Oleh Mihartini
Pendidikan telah menjadi standar kemajuan sebuah bangsa, pada zaman manapun. Ia adalah suatu hal mutlak yang harus dipenuhi dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa agar tidak tertinggal dari bangsa lain. Namun sayang, untuk merealisasikan cita-cita dalam meningkatkan taraf hidup bangsa melalui jalur pendidikan, banyak sekali rintangannya.
Kini, untuk menguasai ilmu melalui jalur formal, semakin sulit. Begitu banyak biaya yang harus dikeluarkan orang tua untuk mendanai kegiatan sekolah anak-anaknya. Tampaknya, negara belum bisa memenuhi janji pembebasan biaya pendidikan untuk rakyat banyak. Kesejahteraan pendidikan yang selama ini telah menjadi janji-janji politik bagi hampir semua orang yang mencalonkan diri menjadi wakil rakyat, belum bisa dipenuhi. Entah, apakah janji itu hanya sebatas janji kosong?
Kesulitan dalam urusan pendidikan tampak kepada kita dalam berbagai laporan yang ditayangkan televisi. Begitu banyak sekolah dasar yang tidak layak-huni. Bahkan banyak gedung sekolah yang sangat membahayakan bagi penghuninya. Ada juga sekolah yang dilego untuk kepentingan pihak tertentu, sementara penghuninya dibiarkan menentukan tempat bernaung tanpa pertanggungjawaban penuh dan menyenangkan dari penguasa. Banyak juga anak-anak yang sedang menjalani sekolah terancam berhenti di tengah jalan karena orang tua tidak mampu lagi membiayai semua ongkos pendidikan anak-anaknya.
Belum lama ini negara telah membuktikan janji otonomi bagi sejumlah lembaga pendidikan. Kebebasan itu, ternyata, telah memakan korban yang begitu banyak. Masyarakat kebanyakan yang hanya memiliki dana sangat terbatas, tidak memiliki keberanian lagi untuk berharap bisa menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi favorit. Karena, perguruan tinggi favorit yang telah menjadi BUMN, BHMN, atau status-status lainnya yang berlatar belakang aneka otonomi dalam menentukan kebijakan, telah berubah menjadi perusahaan. Yang disebut perusahaan, tentu, lebih berhitung untung rigi ketimbang pengambdian dan realisasi bagian dari kewajiban menyejahterakan kehidupan rakyat.
Begitupun, negara pernah berjanji akan meningkatkan kesejahteraan para pendidik. Tetapi, pelaksanaan janji itu ternyata banyak halangannya. Ketika negara sementara lebih berpihak kepada pegawai negeri yang kesejahteraannya kurang, maka pegawai swasta menuding perhatian negara sebagai ketidakadilan kebijakan. Padahal, ketika para pegawai swasta mendapatkan sesuatu yang lebih banyak daripada yang didapatkan oleh pegawai negeri, mereka tidak pernah dijadikan bahan protes dari para pegawai negeri. Masih ada juga kasus yang seharusnya mendapat protes, pegawai tertentu yang bernaung di bawah perusahaan tertentu yang katanya selalu rugi, tetapi mereka tetap tidak pernah putus mendapatkan aneka kesejahteraan. Atau, yang mengaku sebagai wakil rakyat yang sebetulnya sudah begitu sejahtera dengan aneka kelebihan yang diberikan, tetapi masih memnita jatah lebih pada saat rakyat banyak sedang dalam kondisi sangat susah. Begitulah sifat manusia, selalu saja menyimpan kecurigaan kepada milik oarang lain. Dalam diri manusia ada keburukan sifat yang sesungguhya telah didampingkan Allah dengan sifat yang baik. Tetapi, begitu banyak manusia yang kurang kuat membentengi diri dari pengaruh sifat buruknya.
Apa yang mesti dikerjakan oleh bangsa Indonesia untuk mengatasi dan menyelesaikan semua permasalahan dalam bidang pendidikan itu?
reff : http://balajarbahasaindonesia.blogspot.com/2009/10/pendidikan-yang-semakin-jauh-dari.html
No comments:
Post a Comment