BOB MARLEY DAN 11 CERPEN PILIHAN SRITI.COM 0809: Sriti.com – 50% Recommended





Preambule
Buku bagi saya adalah harta. Harta untuk kepala. Harta untuk dada. Buku bagi saya juga adalah salah satu alat pemuas napsu. Saya katakan saya adalah lelaki yang bernapsu. Bukan hanya napsu kepada wanita, tentu saja, tapi juga saya bernapsu kepada kata-kata, kepada cerita.

Ketika membuka sebuah buku cerita, baik itu sebuah buku kumpulan cerita pendek ataupun novel, saya berharap di dalamnya saya akan mendapatkan sebuah percintaan yang bernapsu. Entah itu liar ataupun lembut, realistis atau surreal, yang penting dapat memuaskan hasrat saya. Dan ketika cerita tersebut berhasil membawa saya sampai ke puncak, Ahh.. Saya seperti mendapatkan sesuatu yang telah lama hilang. Saya senang. Saya bahagia. Saya puas!

Saya seperti baru saja habis bercinta dengan seorang bidadari. Dan saya menikmati kepuasan itu. Saya menyunggingkan senyum. Pipi saya tersudut. Deretan gigi saya terlihat. Saya menggeliat, menggelinjang.

-


All Stars!

Dihantam oleh cerpen pertama, saya mengalami kegirangan pertama saya. Cerpen ?Kematian Bob Marley? oleh Hasan Al-Banna menceritakan tentang seorang pria kampung berperawakan ceking berambut gimbal selayak preman atau penjahat, namun berbudi baik dan melindungi warga desanya. Di suatu hari ia secara mendadak hilang dari desa dan kembali lagi tanpa membawa nyawa. Bob Marley tewas dikeroyok sesama tahanan sel.

Entah, apa yang membuat saya girang. Plotnya tidak luar biasa, penokohannya juga biasa saja, idenya? Ah, tak lah bisa dibilang sangat cemerlang. Tapi saya puas. Saya girang. Seperti saat Anda mengalami orgasme atau ejakulasi (dalam pengertian sebenarnya maupun lain), bagaimana Anda menjelaskannya? Sulit bukan? Begitulah.
Saya kembali dibuat girang oleh cerpen berikutnya yang berjudul ?Induak Tubo? oleh Zelfeni Wimra. Menceritakan tentang kisah seorang ibu tua yang kerap dipergunjingkan oleh warga kampung perihal keadaan dan ketakberdayaan dirinya hidup sebatang kara tanpa anak tanpa cucu. Tanpa keluarga. Dari sini saya mendapatkan satu hal berharga, semacam pesan moral yang sudah lama saya tahu tapi kerap saya lupakan.

Cerpen selanjutnya, ?Kandang? oleh Yanusa Nugroho dengan sudut pandang pertama dan pembaca (baca: saya) sebagai ?tokoh? yang diajak bicara oleh ?aku? dalam cerita, memberikan pesan moral lain dengan cara yang lain pula. ?Kandang? berkisah tentang satu daerah tempat tinggal yang seisi warganya membuat rumahnya menjadi seperti ?kandang?, berpagar tinggi hingga berlapis baja. Mengisolasi diri masing-masing dari tetangga sebelah-sebelahnya. Saya terkekeh di bagian akhir cerita di mana ?aku? yang bertutur dalam cerita dari awal hingga akhir menggerutu dan mengutuki perilaku aneh tetangga-tetangganya itu mendadak tanpa ia sadari juga melakukan hal yang sama. Membuat rumahnya sendiri menjadi sebuah ?kandang?.

?Cinta pada Sebuah Pagi? oleh Eep Saefulloh Fatah mengingatkan saya pada satu judul cerita pendek milik Djenar Maesa Ayu dalam kumpulan cerpennya Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek. Ia memainkan teknik twist di akhir cerita sehingga membuat saya cukup kaget. Seperti duduk di tepi sungai memandangi alir air tenang selama beberapa menit dan mendapati seonggok tubuh manusia hanyut melintas di depan mata.

Intan Paramaditha dengan ?Satu Kunang-kunang, Seribu Tikus? membawa sedikit hal baru, setidaknya bagi saya pribadi. Seperti film di dalam film. Cerita di dalam cerita. Dengan ending yang juga mengejutkan. Dan tentunya, sedikit bernuansa seram dan mengerikan.

Saya hampir dibuat cemberut oleh ?Malam Basilisk? milik Dinar Rahayu. Batin saya, ah dilihat dari judulnya, ini pasti cerita yang kata-katanya belibet. Dan benar saja, beberapa paragraf mengamini dugaan saya. Tapi lucunya ternyata si penulis sendiri memiliki dugaan yang sama dengan saya. Jadi seperti dugaan saya sudah diduga terlebih dahulu olehnya. Dia pun mengubah cerita dan mendadak tanpa saya duga sebelumnya menjadikan yang belibet tadi berubah sepele. Tapi setelah itu ia mengubah yang sepele tadi menjadi hentakan baru yang menohok saya. Saya dipuaskan olehnya. Sialan!

Lain lagi nuansa yang dibawa oleh Farizal Sikumbang dengan cerpennya yang berjudul ?Guru Safedi?. Ia membawa kisah seorang guru yang saya rasa juga diangkat dari keseharian dalam dunia sebenarnya. Alurnya sederhana dan membawa hawa kesederhanaan pula. Namun di dalam itu ada sesuatu yang kembali menohok saya. Bukan menohok gembira. Tapi menohok sedih. Ia menyentuh.

Saya diberi kejutan lain oleh cerpen ?Malam Kunang-kunang? oleh Rama Dira J. Tentang sekumpulan anak-anak yang senang bermain menangkap kunang-kunang meski mereka sudah dilarang oleh orang tuanya masing-masing. Kunang-kunang itu berasal dari kuku orang yang sudah mati, begitu yang mereka dengar. Namun karena telah mendapatkan pelajaran dari guru di sekolah mereka tentang kunang-kunang, maka mereka merasa sudah tahu seluk-beluk asal kunang-kunang sehingga mereka tidak lagi khawatir dan takut dengan omongan orang tua mereka itu. Sampai di suatu malam mereka dikejutkan oleh sesuatu. Banyak sekali kunang-kunang beterbangan. Tidak berkeliaran, mereka mengambang. Naik dari dasar jurang kecil yang di dalamnya berisi mayat manusia.

-


(50% recommended)

Ya, saya nyaris ingin memberikan skor 90 ke atas versi saya sendiri untuk kumpulan cerpen ini, ketika saya mulai membaca cerpen berikutnya. Saya ingat lagi peribahasa lama itu, tak ada gading yang tak retak.

-


Antiklimaks?

Saya seakan mengalami antiklimaks, ketika membaca cerpen Bamby Cahyadi yang berjudul ?Aku Bercerita dari Pesawat yang Sedang Terbang?. Entah, auranya terasa timpang dengan beberapa cerpen sebelumnya. Mulai dari ide, penokohan, plot, pesan, nuansa. Bobotnya terasa berbeda. Yang ini saya katakan, lebih rendah. Saya bahkan sudah menduga akhir cerita sejak beberapa paragraf pertama. Dan benar pula dugaan saya itu. Dan, ini tak bagus buat saya. Mungkin memang jam terbang pula yang membedakan. Saya tak puas di cerpen ini. Saya berharap lebih baik.

Napsu saya kembali menurun saat membaca cerpen ?Tanah Lalu? oleh Yetti A. KA. Bercerita tentang kerinduan akan tanah asal. Diakhiri dengan ending yang menggantung dan membuat saya melongo datar. Namun masih lebih baik.

?Kunti Tak Berhenti Berlari? oleh Berto Tukan hanya membuat saya kecewa dengan endingnya yang membingungkan.

Cerpen terakhir, ?Batubujang? oleh Benny Arnas sedikit menaikkan napas saya, tapi lagi-lagi saya disuguhi ending yang sedikit membuat bingung. Namun, lebih baik dari tiga cerpen antiklimaks sebelumnya.

-

Akhirnya, saya harus katakan saya agak sedikit kecewa dengan perasaan antiklimaks yang muncul itu. Padahal saya sudah dibawa tinggi ke awan oleh beberapa cerpen pertama yang bagus, namun pelan-pelan dibuat cemberut dan melongo datar oleh beberapa cerpen setelahnya.

Tapi apapun itu, sejauh ini bagi saya kumpulan cerpen Bob Marley dan 11 Cerpen Pilihan Sriti.com adalah kumpulan cerpen yang layak dibeli dan dijadikan koleksi perpustakaan kecil saya. Dan tentu juga perpustakaan kecil Anda.

Oh ya, saya lupa dengan bidadari cantik tadi. Pergi ke mana dia?




reff : http://writingfingers.blogspot.com/2012/03/bob-marley-dan-11-cerpen-pilihan.html


Video yang berkaitan dengan BOB MARLEY DAN 11 CERPEN PILIHAN SRITI.COM 0809: Sriti.com – 50% Recommended


Related Post

Previous
Next Post »