BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai Negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki wilayah laut sangat luas, dua pertiganya merupakan wilayah laut, Indonesia memiliki sumberdaya alam hayati laut yang besar. Salah satu sumber daya alam tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup lebih dari 300 jenis karang, lebih dari 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, krustasea, sponge, algae, lamun dan biota lainnya.
Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spons laut memiliki golongan senyawa kimia antara lain alkaloid, terpenoid, fenol, peptida, poliketida dan lain-lain. Potensi biologis yang dimilikinya pun sangat beragam antara lain bersifat sitotoksik, antitumor/antikanker, antivirus, antimikroba, antiinflamasi, antimalaria, dan lain-lain
Dalam usaha untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif dari biota laut, maka dilakukan pengujian-pengujian tertentu. Pada percobaan ini, dilakukan pengujian terhadap sponge Aaptos aaptos. Sebelum sampel dari laut tersebut diekstraksi untuk kemudian diuji, maka terlebih dahulu sampel tersebut harus disiapkan terlebih dahulu.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penyiapan sampel laut mulai dari proses ekstraksi hingga proses partisinya dengan menggunakan sampel Sponge (Aaptos aaptos).
I.2.2 Tujuan Percobaan
Memahami dan mengetahui cara penyiapan sampel laut hingga proses KLT untuk mendapatkan eluen yang paling tepat menggunakan sampel Sponge (Aaptos aaptos).
I.3 Prinsip Percobaan
Penyiapan sampel biota laut berupa Sponge Aaptos sp. Yang kemudian di maserasi dengan metanol.
Sebelumnya melakukan penyiapan sampel pada sampel laut berupa pengambilan sampel, sortasi basah, pencucian dengan hati-hati, perajangan dengan ukuran tertentu.
Setelah dilakukan penyiapan sampel, sampel kemudian diekstraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut metanol, kemudian direndam selama 3-5 hari yang kemudian hasil dari maserasi yang berupa ekstrak akan dilakukan uji KLT dengan menggunakan eluen-eluen yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Spons adalah biota multiseluler primitif yang bersifat filter feeder, menghisap air dan bahan-bahan lain di sekelilingnya melalui pori-pori (ostia) kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuhnya melalui saluran (channel) dan dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (ostula). Spons termasuk hewan laut dalam filum porifera yang berarti memiliki pori-pori dan saluran. Melalui pori-pori dan saluran-saluran inilah air diserap oleh sel khusus yang dinamakan sel leher, yang dalam banyak hal menyerupai cambuk. Jenis sel ini dinamakan koanosit (choanocyte; Yunani=choane: cerobong, kytos=berongga).
Gambar : Anatomi Sponge
Spons hidup secara heterotrof. Makanannya adalah bakteri dan plankton. Makanan yang masuk ke tubuhnya dalam bentuk cairan sehingga porifera disebut juga sebagai pemakan cairan. Ukuran dan bentuk spons bervariasi. Ukurannya mulai dari mikroskopis hingga mencapai 2 meter. Sedangkan bentuknya merambat, bercabang, tegak seperti cerobong atau pipa (Bergquist, 1978). Warna spons bervariasi, dari warna gelap hingga cerah. Warna pada Spons disebabkan oleh pigmen karotenoid. Spesies spons tertentu memiliki pigmen yang berwarna gelap setelah kontak dengan udara. Sedangkan spons lainnya mampu menghasilkan pigmen yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia.
Sepintas nampaknya spons memperlihatkan gejala seperti benda mati yang diam tanpa aktivitas. Tetapi jika diamati secara seksama, di dalam tubuhnya terjadi aktivitas yang luar biasa di mana air mengalir melalui pori di dalam tubuhnya. Spons mampu memompa air secara aktif sampai 10 kali volume tubuhnya setiap jam, sehingga membuatnya seperti vakum pembersih laut yang sangat efisien. Spons menyaring air laut untuk memperoleh makanan. Air laut tersebut dapat mengandung nutrisi berupa mikroorganisme (diatomae, bakteri, protozoa), bahan-bahan organik yang merupakan lapukan atau sisa-sisa tubuh organisme yang telah mati, serta senyawa kimia toksik yang dihasilkan oleh tumbuhan atau hewan lain. Senyawa kimia toksik ini kemudian dimodifikasi oleh spons di dalam tubuhnya.
Secara garis besar, spons dikelompokkan menjadi 4 kelas yaitu Demospongiae, Calcarea, Hexactinellidadan Sclerospongiae (Hooper, 2002).
1. Demospongiae
Umumnya hidup di laut, tetapi ada pula yang hidup di air tawar. Kelas ini mendominasi lebih dari 90 % spesies Spons. Kerangka tubuhnya ada yang terbuat dari silika, Sponsin, dan campuran keduanya. Tingginya ada yang mencapai 1 meter dan memiliki warna yang cemerlang. Contohnya Cliona, Spongilla, dan Haliclona.
2. Calcarea atauCalcispongiae
Hidup di daerah pantai yang dangkal. Bentuk tubuhnya sederhana dengan kerangka yang terbuat dari CaCO3. Tingginya kurang dari 10 cm dan umumnya hidup di air laut. Contohnya Leucosolenia, Clathrina, Grantia, Scypha, dan Sycon.
3. Hexactinellida atauHyalospongiae
Umumnya dikenal sebagai Spons kaca yang hidup di laut dalam. Kerangka tubuhnya terbuat dari silika dan spikulanya berduri enam (hexaxon). Tingginya rata-rata 10-30 cm. Contohnya Euplectella dan Hyalonema.
4. Sclerospongiae
Jumlah spesiesnya sangat terbatas. Umumnya ditemukan dalam gua dan terowongan karang laut. Bentuknya mirip dengan Demospongiae.
Metabolit Sekunder Spons
Spons dapat memproduksi racun dan senyawa lain yang digunakan untuk mengusir predator, kompetisi dengan hewan sesil lain dan untuk berkomunikasi dan melidungi diri dari infeksi. Menurut Harper et al., 2001 dalam (Anton,2008) mengatakan bahwa Metabolit sekunder merupakan salah satu cara organisme untuk mempertahankan eksistensinya dan sebagai tindakan responsif terhadap lingkungan. Metabolit sekunder ini digunakan untuk mencegah dan mempertahankan diri dari serangan predator, sebagai alat kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi dan mencegah sengatan sinar ultra violet. Lebih dari 10 % spons memiliki aktifitas sitotoksik yang dapat yang berpotensial untuk bahan obat-obatan.
Secara umum pada spons ditemukan kelompok senyawa pada fraksi non polar seperti senyawa terpenoid, senyawa steroid dan asam lemak.
Sponge Aaptos aaptos
Sponge Aaptos aaptos merupakan jenis sponge yang secara eksternal berwarna ungu kemerahan dan secara internal kuning kecoklatan. Pada spesimen intertidal, permukaannya berisi butiran-butiran yang kecil, berkutil, atau halus sedangkan spesimen sublitoral, kelihatan seperti bongkahan yang tidak beraturan. Mempuanyai tekstur tubuh yang kuat tetapi dapat ditekan. Dimensi tubuhnya mempunyai ukuran tinggi 1.0-9.0 cm, lebar 4.2 ? 4.8 cm, ketebalan dapat mencapai 1,2 cm. Oskulanya kecil dan melimpah, yang terdapat dibagian tengah apikal pada sponge dengan diameter 3,0-4,8 mm. Rangkanya tersusun secara radial dengan sistem spikula yang kuat. Spikula bertipe strongyloxeas; spikula berukuran sedang dan kecil biasanya mempunyai tipe oxeas, styles atau tylostyles.
II.2 Uraian Sampel
1. Taksonomi Theonella swinhoei
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Demospongiae
Ordo : Lithistida
Famili : Theonellidae
Genus : Theonella
Spesies : Theonella swinhoei (9)
2. Morfologi Sampel
Jenis spons ini mempunyai rangka yang menyebar dengan 3 ukuran kategori yaitu berbentuk kecil, berdinding tebal, atau tidak mikrosklera. Spons ini seperti kerang yang besar dengan permukaan alasnya seperti akar yang memiliki tonjolan, reproduksinya aseksual dan teksturnya halus dan licin. (9)
3. Kandungan senyawa sampel
Komponen bioaktif alami merupakan peptidamakrosiklik yang berhasil diisolasi dari spons jenis Theonella swinhoeii. Komponen ini dikenal dengan nama Cyclotheonamida Adan B yang menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap serin proteaseseperti thrombin dan mempunyai dua bentuk utama yaitu cyclothonamida A(C36H45N9O81) serta cyclotheonamida B (C34H47N9O8) yang mengandungvinylogous tyrosine dan alpa-ketoarginin residu yang merupakan jenis asamamino yang belum diketahui secara pasti di alam. (9)
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan adalah alat pemotong seperti pisau dan gunting, batang pengaduk, talenan, toples dan timbangan.
III.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah air, kertas koran, kantong plastik, pelarut methanol, dan sampel Aaptos aaptos.
III.2. Cara Kerja
1. Penyiapan sampel
Sampel spons yang telah diambil dari laut kemudian dibersihkan dari kotoran-kotoran yang melekat lalu dicuci dengan air mengalir, kemudian dipotong kecil-kecil.
2. Ekstraksi (Maserasi)
a) Sampel yang telah dibersihkan dan dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan kedalam toples
b) Sampel direndam dengan 1,3 liter metanol
c) Sampel direndam selama 2-3 hari
d) Sampel disaring dengan kain saring dan kertas saring
e) Sampel lalu diuapkan untuk pengujian selanjutnya
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Data Pengamatan
No | Sampel | Bobot Sampel | Jumlah Pelarut |
1. | Aaptos aaptos | 500 gr | 1,3 L |
IV.2 Gambar
BAB V
PEMBAHASAN
Beberapa biota laut yang menghasilkan metabolit sekunder sebagian besar didominasi oleh avertebrata laut antara lain spons, karang lunak, bryozoa, tunikata, dan lain-lain.
Spons termasuk hewan laut dalam filum porifera yang berarti memiliki pori-pori dan saluran. Melalui pori-pori dan saluran-saluran inilah air diserap oleh sel khusus yang dinamakan sel leher, yang dalam banyak hal menyerupai cambuk.
Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spons laut memiliki golongan senyawa kimia antara lain alkaloid, terpenoid, fenol, peptida, poliketida dan lain-lain. Potensi biologis yang dimilikinya pun sangat beragam antara lain bersifat sitotoksik, antitumor/antikanker, antivirus, antimikroba, antiinflamasi, antimalaria, dan lain-lain.
Simplisia merupakan bahan alamiah yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, merupakan bahan yang telah dikeringkan.
Pada percobaan kali ini dilakukan penyiapan sampel pada sampel biota laut atau sponge yakni sponge Aaptos aaptos, dimana tahapan pengerjaannya adalah sampel diambil dari dasar laut dan dimasukkan kedalam kotak dingin bersuhu -12°C. Hal ini dilakukan agar sampel tidak mengalami pembusukkan oleh bakteri dan jamur.
Sampel dibersihkan dengan menggunakan air mengalir untuk membersihkan sampel dari lumut, kerang, dan pengotor lainnya. Kemudian sampel diletakkan diatas Koran dan ditiriskan beberapa menit.
Pemotongan sampel menggunakan pisau atau cutter diatas talenan dengan ukuran tertentu. Lalu sampel yang telah dipotong selanjutnya dimasukkan kedalam toples dan direndam dengan methanol selama 2-3 hari lalu disaring dengan kain saring yang selanjutnya di uap-uapkan hingga kering. Proses ekstraksi yang digunakan disini adalah maserasi karena sponge merupakan sampel lunak dan bila dilakukan dengan metode pemanasan akan menyebabkan kerusakan sampel dan kandungan dari sponge itu sendiri.
Selain itu, saat ekstraksi juga dilakukan penghilangan garam dari sampel yakni dengan menggunakan methanol PA yang mana garamnya akan mengendap dalam penambahan methanol PA.
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa sampel spons yang diperoleh, yaitu Theonell swinhoei.
Bobot sampel yang digunakan adalah 500 gram dengan jumlah pelarut 1,3 liter.
VI.2 Saran
Adanya penjelasan lanjutan tentang sponge dan cara analisis dan cara preparasi sampel yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Depkes RI.
2. Anonim. 2010. Morfologi Sponge dan Biota Laut. Diakses tanggal 5 oktober 2012 (on the internet).
3. Myra. 2007. Morfologi dan Biomassa Sponge Aaptos aaptos di Kepulauan Pari. Bandung : IPB (available as PDF).
reff : http://rugayayunimuharramhamzah.blogspot.com/2013/01/penyiapan-sampel-laut-theonella-swinhoei.html
EmoticonEmoticon