BAB I Pendahuluan
Dry socket merupakan komplikasi yang umum terjadi setelah ekstraksi gigi, dengan insiden tertinggi pada kelompok usia 40-45 tahun. Dry socket memiliki insidensi 1-4% untuk semua ekstraksi gigi dan memiliki frekuensi tertinggi pada pasien perempuan. Dry socket dapat sembuh sendiri dan biasanya sembuh dalam 5-10 hari meskipun tanpa dirawat.
Perawatan dry socket secara umum dibagi menjadi dua : menggunakan dressing dan non dressing. Penggunaan dressing menjadi kontroversi karena tidak ada penelitian yang dilakukan secara spesifik untuk menginvestigasi insiden efek samping yang potensial dan kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh penggunaannya. Sesuai dengan prinsip aktifnya, dressing dapat dibagi menjadi kelompok dressing antimikroba, dressing penenang, dan dressing dengan anastesi lokal. Salah satu dressing yang paling umum digunakan yaitu zinc-oxide dan eugenol, yang dicampur dalam konsistensi semi solid. Komplikasi lokal telah ditemukan setelah penempatan dressing intra-alveolar; antara lain neuritis, reaksi terhadap ?benda asing?, dan myospherulosis.
Penelitian ini mempresentasikan komplikasi lambat berhubungan dengan penggunaan dressing dry socket yang menimbulkan gejala trigeminal neuralgia selama 3 tahun dan menyebabkan osteomyelitis kronis dengan reaksi tubuh terhadap ?benda asing?.1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dry socket adalah komplikasi berupa nyeri terlokalisir yang dialami setelah ekstraksi gigi, di mana terjadi pemecahan gumpalan darah akibat terekspos oleh dinding soket nekrotik dan terinfeksi.2
Penyebab pecahnya gumpalan darah dan terjadinya dry socket antara lain :2
1. kegagalan pembentukan gumpalan akibat penggunaan vasokonstriktor pada larutan anastesi lokal.
2. infeksi gumpalan darah dan jaringan tulang di bawahnya.
3. traumatik devitalisasi pada dinding soket
4. merokok setelah ekstraksi
5. pecahnya gumpalan darah akibat sering mengisap daerah operasi.
6. kondisi sklerotik dan tulang yang relatif avaskuler menjadi faktor predisposisi pembentukan dry socket.
Komplikasi post operatif ini muncul 2-3 hari setelah pencabutan. Selama periode ini, gumpalan darah hancur dan terlepas, menyebabkan penyembuhan yang tertunda dan nekrosis permukaan tulang pada soket. Komplikasi ini disebut alveolitis fibrinolitik dan ditandai oleh soket yang kosong, halitosis, rasa yang tidak enak pada mulut, dan nyeri hebat yang dapat menyebar ke area lain.3
Adapun etiologi dan patogenesis dry socket, termasuk tulang yang padat dan sklerotik di sekitar gigi, infeksi selama atau setelah ekstraksi, perlukaan alveolus, dan anastesi infiltrasi.3
Komplikasi ini dirawat dengan cara irigasi soket dengan larutan saline hangat, dan menempatkan tampon yang dibasahi eugenol yang diganti dalam rentang waktu 24 jam, hingga rasa nyeri berkurang. Juga dapat digunakan tampon yang direndam dalam zinc-oxide/eugenol yang ditempatkan di dalam soket selama 5 hari; sebagai pilihan alternatif dapat digunakan tampon iodoform atau enzim yang diaplikasikan secara lokal. Penelitian terbaru menunjukan teknik Matthew?s dan Mitchell?s sangat efektif untuk mengatasi komplikasi ini. Teknik tersebut menggunakan dextranomer granules (Debrisan) dan pasta kolagen (Formula K) tanpa terlihat adanya foreign body reaction seperti yang terjadi ketika menggunakan campuran zinc-oxide eugenol. Dengan perawatan paliatif ini, rasa nyeri berangsur-angsur berkurang, dan pasien diberi instruksi untuk tidak mengunyah pada sisi yang mengalami dry socket .3
Tujuan perawatan yaitu untuk mengurangi nyeri dan mempercepat proses penyembuhan. Hal-hal yang harus diperhatikan :2
1. soket harus diirigasi dengan larutan saline hangat dan dilakukan debridement.
2. tonjolan tulang yang tajam dieksisi dengan rongeur forceps atau dihaluskan dengan bur.
3. dressing yang mengandung zinc oxide dan eugenol ditempatkan dalam soket. Tidak boleh ditempatkan terlalu menempel pada soket karena dapat menjadi keras dan sulit untuk dilepaskan.
4. pasien dianjurkan mengkonsumsi tablet analgesik dan berkumur dengan larutan saline hangat. Pasien diinstruksikan kontrol setelah 24 jam.
5. jika nyeri berhenti setelah 24 jam tidak perlu dilakukan penggantian dressing, dan jika masih nyeri maka dilakukan irigasi dan penggantian dressing.
6. pasien diresepkan analgesik dan antibiotik.
Dry socket dalam kedokteran gigi biasanya ditangani dengan dressing intra-alveolar; di mana penggunaannya masih menjadi kontroversi dan berhubungan dengan beberapa efek samping seperti neuritis, reaksi tubuh terhadap benda asing, dan myospherulosis. Peneliti melaporkan suatu kasus penggunaan dressing intra-alveolar (pasta zinc-oxide eugenol) yang menimbulkan gejala menyerupai trigeminal neuralgia selama 3 tahun dan menyebabkan osteomyelitis kronis pada rahang atas kanan serta reaksi terhadap ?benda asing? pada zona yang berhubungan dengan tulang alveolar molar satu rahang atas. Komplikasi jangka panjang ini berhasil ditangani dengan pengambilan ?benda asing? secara keseluruhan dan kuretase daerah yang terlibat.1
Jenis dressing lain yang biasa digunakan dalam perawatan dry socket yaitu :2
- tampon yang dibasahi iodoform. Dapat bertahan 2-3 minggu.
- tampon yang dibasahi anastesi lokal butacaine / benzocaine.
- agen antifibrinolitik seperti asam parabenzoat prophyl ester, granula dextranomer, dan pasta iodoform.
Laporan Kasus
Seorang perempuan berusia 45 tahun dirujuk ke bagian Oral dan Maxillofacial Rumah Sakit Nasional Zachamil; keluhan utamanya yaitu trigeminal neuralgia kanan yang tidak dapat ditangani dengan perawatan konservatif. Bermula dari 3 tahun yang lalu ketika molar satu kanan rahang atas diekstraksi. Empat hari setelah ekstraksi, dokter gigi yang menangani pasien ini mendiagnosa sebagai dry socket yang kemudian dirawat dengan dressing intra-alveolar yang mengandung pasta zinc-oxide eugenol; medikamen ini ditempatkan secara langsung pada alveolus tanpa menggunakan media pengangkut. Pasien mengalami nyeri dan kemudian tidak pernah kembali ke dokter giginya sehingga pasta tersebut masih tertinggal di alveolus (informasi ini diperoleh dari rekam medik yang dipegang oleh dokter gigi yang menangani pasien tersebut).
Beberapa minggu kemudian, pasien mengalami nyeri pada rahang atas kanan. Ia mengunjungi banyak dokter gigi untuk menyembuhkan nyeri yang dialaminya, dan dalam rentang waktu dua tahun dilakukan pencabutan gigi molar tiga, molar dua, premolar satu, dan premolar dua. Nyeri hemifasial tetap ada, dan pasien dirujuk ke ahli neurologi yang dibingungkan dengan gejala sehingga dirawat sebagai trigeminal neuralgia. Diberikan resep Carbamazepine selama setahun dan tidak terjadi nyeri, sehingga pasien kemudian dirujuk ke bagian Bedah Mulut.
Gambar 1: foto panoramik. Terlihat adanya radioopasitas pada rahang atas kanan dan tidak ada gigi 1,2,3,4,dan 5, semuanya dengan proses penyembuhan tulang yang adekuat kecuali pada 3 area.
Gambar 2 : (a) foto oklusal rahang atas. (b) foto periapikal. Terlihat ?benda asing? yang terletak dekat dengan sinus maksilla dan area alveolus yang belum sembuh.
Keluhan utamanya yaitu nyeri hemifasial intermitten di sebelah kanan, dideskripsikan sebagai rasa sakit dengan periode nyeri intensif yang menusuk. Digunakan skala analog visual untuk pengukuran selama periode intermitten dengan nyeri parah. Dari pemeriksaan fisik diketahui tidak terdapat zona pemicu dan tampakan klinis dari gigi 1,2,3,4, dan 5.1
Dilakukan foto X-ray panoramik, oklusal, dan periapikal. Dari hasil pemeriksaan radiografi ditemukan benda asing pada rahang atas kanan di regio molar satu dengan tulang alveolar yang belum sembuh; gambaran tersebut berada dekat dengan sinus maksillaris (gambar 1 dan gambar 2). Sesuai dengan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien, kemudian dilakukan tindakan pengambilan benda asing tersebut dan kuretase area yang terkena; yang ditemukan selama pembedahan antara lain : alveolus yang tidak sembuh (nonhealed alveolus), jaringan granulasi, fragmen tulang, dan suatu benda padat berwarna putih yang berkontak langsung dengan sinus maksilaris (gambar 3). Seluruh jaringan tersebut dikirim ke ahli patologi dan diperoleh laporan adanya jaringan konektif fibrous yang bervaskularisasi, infiltrat inflamasi kronis, sel-sel multinukleat, dan tulang nekrotik yang dilkelilingi oleh bentukan bakteri. Diagnosis akhir yaitu osteomyelitis kronis dengan zona reaksi terhadap benda asing.1
Gambar 3: (a) pendekatan intra oral supracrestal, di mana benda asing tersebut diambil dan insisi dijahit dengan benang silk 3-0. (b) tampak makroskopik dari benda asing yang telah diambil, yang berukuran 0,7 x 0,5 x 0,2 cm.
Gambar 4 : foto panoramik menunjukkan penampakan post operatif tanpa adanya benda asing tersebut.
(a) (b)
Gambar 5 : (a) foto oklusal maksilla post operatif. (b) foto periapikal post operatif. Terlihat pengambilan benda asing tersebut secara keseluruhan.
Antibiotik dan anti inflamasi non-steroid digunakan selama seminggu setelah operasi. Perawatan post operatif kemudian dilakukan secara konvensional tanpa adanya komplikasi yang lebih lanjut. Radiografi post-operatif menunjukkan penyembuhan yang adekuat (gambar 4 dan 5).1
Seminggu setelah operasi pasien tidak lagi mengeluhkan nyeri. Skala visual analog digunakan selama beberapa bulan berikutnya dan menunjukkan hasil tidak terjadi nyeri setelah benda asing tersebut dikeluarkan. Pasien di-follow up selama enam bulan dan tidak terjadi nyeri fasial selama periode ini.1
BAB III PEMBAHASAN
Jumlah kasus komplikasi sekunder akibat penempatan dressing dalam perawatan dry socket tidak dihitung; sebagian besar komplikasi yang terjadi sebelumnya telah dilaporkan, antara lain myospherulosis, neuritis, dan reaksi terhadap benda asing, yang berhubungan dengan medikasi intra-alveolar sebagai metode preventif dan bukan sebagai bentuk perawatan.1
Trigeminal neuralgia juga disebut sebagai ?tic douloureux? atau ?tic?. Ketika berlangsung parah, pasien akan merasa amat kesakitan. Nyeri ini sangat sering meilibatkan bibir bawah dan gigi rahang bawah atau bibir atas dan pipi, kadang juga melibatkan hidung dan area sekitar mata. Pemakaian obat anti nyeri secara rutin kadang menjadi tidak efektif untuk mengontrol nyeri.4
Bright dkk.1982 [10] dan Belfiglio dkk pada 1986 [9] mendeskripsikan myospherulosis berhubungan dengan tetracycline pada petrolatum, yang digunakan sebagai langkah preventif untuk mencegah dry socket. Pada masa kini telah diketahui bahwa petrolatum mengganggu proses penyembuhan luka melalui aksi lipid pada ektravasasi eritrosit, yang menyebabkan myospherulosis.1
Karena itulah, pada masa sekarang ini penggunaan petrolatum telah berkurang. Zuniga dan Leist pada 1995 melaporkan suatu kasus penggunaan tetracycline topikal yang menginduksi neuritis enam bulan setelah ekstraksi gigi molar tiga yang tidak erupsi. Moore dan Brekke pada 1990 melaporkan suatu reaksi sel raksasa terhadap benda asing yang berhubungan dengan penempatan tetracycline asam poliaktik. Mainous pada 1974 melaporkan suatu reaksi terhadap benda asing setelah penempatan zinc-oxide eugenol pada kasus osteitis. Bloomer pada 2000 melakukan suatu penelitian mengenai pencegahan alveolar osteitis dengan penempatan medikamen segera dan hanya digunakan selama seminggu kemudian dikeluarkan lagi, sehingga tidak ada laporan komplikasi saat evaluasi jangka panjang.1
Perawatan dry socket bertujuan untuk memberikan rasa nyaman pada pasien. Nyeri sakit tersebut membutuhkan irigasi perlahan dengan saline, aplikasi dressing ke dalam soket gigi, dan penggunaan obat analgesik. Terdapat beberapa jenis dressing yang sesuai untuk keadaan ini. dressing tersebut pada umumnya mengandung kombinasi anastetik, eugenol, dan balsam peru. Sebuah tampon kecil yang telah dibasahi dressing kemudian ditempatkan pada soket gigi. Pasien yang mendapatkan perawatan ini harus dikontrol dalam 24 hingga 48 jam kemudian. Jika nyeri tidak berlanjut, tidak perlu dilakukan penggantian dressing. Sebagian besar pasien membutuhkan dua hingga tiga kali penggantian dressing untuk penyembuhan total.5
Eugenol dalam bentuk yang belum dimurnikan, telah digunakan selama beberapa abad sebagai obat untuk sakit gigi. Pada 1873 Crisholm mendeskripsikan pencampuran eugenol dengan zinc oxide menjadi massa plastis untuk penggunaan terapeutik. Campuran ini memiliki efek sedatif dan anodine seperti halnya agen antibakteri lainnya. Campuran eugenol dan zinc oxide bereaksi sehingga menghasilkan zinc eugenolato. Eugenolato tidak stabil dalam air, dan segera mengalami hidrolisis dan pelepasan eugenol bebas. Eugenol bebas juga dapat merusak jaringan lunak. Terdapat variasi dalam jenis dan tingkat reaksi jaringan mulut terhadap eugenol tapi secara umum eugenol bersifat sitotoksik pada konsentrasi tinggi dan memiliki efek samping terhadap sel fibroblast dan osteoblast. Dengan demikian, pada konsentrasi tinggi, menyebabkan nekrosis dan memperlambat proses penyembuhan. Efek ini tergantung pada dosis dan secara potensial berpengaruh terhadap semua pasien. Eugenol juga bersifat neurotoksik, dapat menyebabkan gangguan transmisi neuron. Kozam menekankan bahwa eugenol pada konsentrasi tertentu dapat menghambat transmisi impuls syaraf selama 3 jam. Dilaporkan terjadi transient paraestesia setelah penggunaan eugenol sebagai medikamen endodontik. Telah dilaporkan perawatan lain untuk penyembuhan efektif dari osteitis alveolar yang menggunakan campuran di mana di dalamnya termasuk penggunaan iodoform gauze (NU Gauze, Johnson & Johnson Wound Management) yang dilapisi dengan campuran tiga sampai lima tetes obtundant, eugenol, dengan atau tanpa kandungan zat lain, dan ditempatkan pada soket yang telah teranastesi. Bentuk perawatan ini sebaiknya tidak dilakukan pada pasien yang alergi terhadap iodine. Pada kasus ini, penggunaan medikamen intra alveolar zinc oxide-eugenol, menyebabkan nekrosis tulang, reaksi terhadap benda asing, penyembuhan alveolar yang tertunda, dan nyeri hemifasial yang dikacaukan dengan trigeminal neuralgia. Zinc oxide eugenol dapat menyebabkan efek neurotoksik pada area yang terpengaruhi. Gejala yang dirasakan pasien membingungkan dokter gigi dan ahli neurologi, sehingga mengarah ke diagnosis yang keliru.1
BAB IV KESIMPULAN
Kasus ini mengungkapkan perlunya dilakukan penelitian jangka panjang mengenai penggunaan dressing intra alveolar sebagai perawatan dry socket dan bukan sebagai langkah pencegahan, dengan maksud untuk menentukan tingkat keamanan dan efek samping potensialnya terhadap pasien dalam penelitian jangka panjang. Laporan kasus ini juga mengungkapkan pentingnya evaluasi klinis dan radiografis pada pasien dengan kecurigaan mengalami trigeminal neuralgia, untuk menghilangkan pengaruh lokal terhadap rahang yang dapat membingungkan dan mengarah ke diagnosis dan langkah perawatan yang salah. Pada akhirnya, yang juga harus diperhatikan yaitu memberikan instruksi post operatif tertulis kepada pasien mengenai apa yang ditempatkan di dalam soket, berapa lama dressing seharusnya berada dalam soket, dan kapan harus melakukan kontrol untuk pengambilan dressing tersebut.
reff : http://winydentz06punyablog.blogspot.com/2011/07/komplikasi-lambat-dari-perawatan-dry.html
EmoticonEmoticon