Bagaimana kabar Sahabat semua hari ini ?, tentunya semoga berbahagia dan sehat selalu. Ok langsung saja ke poko pembicaraan kita yaitu mengenai Contoh Makalah dengan Tema Korupsi."
"
Source : http://dupenet.blogspot.com/2014/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
BAB I
PENDAHULUAN
A.������� Latar Belakang
����������� Di era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak perubahan. Perubahan sistem politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda utama di negeri ini. Yang paling sering dikumandangkan adalah masalah reformasi birokrasi yang menyangkut masalah-masalah pegawai pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan nepotisme. Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan dapat menghilangkan budaya-budaya buruk birokrasi seperti praktik korupsi yang paling sering terjadi di dalam instansi pemerintah.
Reformasi birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah sebagai perbaikan kembali sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah dengan perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya, tindakan korupsi masih terus terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai pemerintah dapat dinilai tinggi.
Reformasi birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah sebagai perbaikan kembali sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah dengan perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya, tindakan korupsi masih terus terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai pemerintah dapat dinilai tinggi.
����������� Korupsi dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang dilakukan para pejabat pemerintah terus terjadi sehingga dapat disinyalir negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah. Tentunya ini bukan angka yang sedikit, melihat kebutuhan kenegaraan yang semakin lama semakin meningkat. Jika uang yang dikorupsi tersebut benar-benar dipakai untuk kepentingan masyarakat demi mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin cita-cita tersebut bisa saja terwujud. Dana-dana sosial akan sampai ke tangan yang berhak dan tentunya kesejahteraan masyarakat akan meningkat.
����������� Seperti yang telah dijelaskan di atas, pengkajian ulang remunerasi pegawai yang meningkatkan jumlah gaji mereka terbukti tidak menurunkan tingkat korupsi seperti yang diharapkan. Salah satu hal yang menyebabkan hal tersebut adalah rendahnya moral dan kesadaran masyarakat mengenai korupsi itu sendiri. Masyarakat menganggap korupsi sebagai suatu hal yang biasa sebab tanpa disadari, kita sudah terbiasa melakukan korupsi. Misalnya saja dalam penyediaan alat tulis kantor, pegawai terbiasa mengambil uang yang tersisa dari dana yang disediakan. Padahal sesungguhnya dana tersebut harus dikembalikan pada organisasi. Akibat adanya kebiasaan korupsi ini, pemberantasan korupsi di Indonesia sangat sulit dilakukan. Pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan dengan cara mengubah kebiasaan masyarakat sejak dini dan menanamkan paradigma bahwa korupsi ini adalah suatu hal yang salah.
Korupsi di negeri ini sekarang sedang merajalela bahkan telah menjadi suatu �kebiasaan�. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menangani korupsi dan hukum yang sangat tegas. Namun, tetap saja korupsi masih terdapat di negeri ini. Salah satu mengapa orang berani melakukan tindak pidana korupsi yaitu karena kurangnya kesadaran pribadi tentang bahaya korupsi. Tentu saja kita tidak bisa menyadarkan para koruptor karena mereka sudah terlanjur terbiasa dengan tindakannya tersebut.
����������� Cara ini mulai dilakukan oleh pemerintah melalui sekolah-sekolah dengan menerapkan sistem kantin kejujuran. Kantin kejujuran adalah sebuah sistem kantin dimana murid-murid mengambil sendiri barang apa yang ia inginkan. Sekilas sistem ini terlihat seperti suatu sistem yang biasa dilakukan di supermarket dimana konsumen melayani dirinya sendiri. Namun di kantin kejujuran, murid bukan hanya harus melayani dirinya sendiri tapi juga harus membayar serta mengambil kembalian sendiri tanpa adanya orang yang mengawasai, sehingga hal ini merupakan solusi untuk mempersiapkan masyarakat yang menjunjung tinggi kejujuran. Dengan kata lain, sistem kantin ini berbeda dari kantin-kantin yang ada umumnya karena di sini tidak terdapat penjual. Sistem kantin kejujuran ini dapat merangsang kejujuran murid karena ia akan belajar menjadi orang yang berusaha menjaga amanat yang diberikan oleh orang lain kepada dirinya. Di samping itu, kantin kejujuran juga memberikan kontribusi dalam mencerdaskan murid khususnya untuk perhitungan matematis. Kantin kejujuran merupakan upaya preventif dalam menangkal terjadinya tindak korupsi.
����������� Jadi, salah satu upaya jangka panjang yang terbaik untuk mengatasi korupsi adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan generasi muda sekarang. Karena generasi muda adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat terdahulu. Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidikdan memengaruhi generasi muda supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi oleh �budaya� korupsi dari generasi pendahulunya.
B.������� Rumusan Masalah
1. �� Apa pengertian dan prinsip-prinsip anti korupsi?
2. �� Apa faktor penyebab korupsi?
3. �� Bagaimana dampak korupsi?
4. �� Bagaimanakah peran serta generasi muda dalam memberantas �������� korupsi?
5.��� Bagimanakah peranan pendidikan anti korupsi dini dikalangan ������ generasi muda dalam mencegah terjadinya tindak korupsi?
6.��� Hambatan dan upaya apakah yang dilakukan dalam memberantas �� tindakan korupsi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Prinsip Anti Korupsi
����������� Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diris endiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara. Korupsi sebagai suatu fenomena sosial bersifat kompleks, sehingga sulit untuk mendefisinikannya secara tepat tentang ruang lingkup konsep korupsi. Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik, yang berarti tindakan korupsi yang sepertinya sudah melekat kedalam sistem menjadi bagian dari operasional sehari-hari dan sudah dianggap lazim serta tidak melanggar apa pun.
����������� David M Chalmers menguraikan pengertian korupsi sebagai tindakan-tindakan manipulasi dan kepurusan mengenai keuangan yang membahayakan ekonomi. JJ Senturia dalam Encyclopedia of social sciens (Vol VI, 1993) mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekusaan pemerintahan untuk keuntungan pribadi. Definisi ini dianggap sangat spesifik dan konvensional karena meletakan persoalan korupsi sebagai ranah pemerintah semata. Padahal seiring dengan proses swastanisasi (privatisasi) perusahaan negara dan pengalihan kegiatan yang selama ini masuk dalam ranah negara ke sektor swasta, maka definisi korupsi mengalami perluasan. Ia tidak hanya terkait dengan penyimpanagan yang dilakukan oleh pemerintah, tapi juga oleh pihak swasta dan pejabat-pejabatranah publik baik politisi, pegawai negrimaupun orang-orang dekat mereka yang memperkaya diri dengan cara melanggar hukum. Berpijak paa hal tersebut Transparancy International memasukan tiga unsur korupsi yaitu penyalahgunaan kekuasaan, kekuasaan yang dipercayakan dan keuntungan pribadi baik secara pribadi, anggota keluarga, maupun kerabat dekat lainnya.
Prinsip-prinsip anti korupsi pada dasarnya merupakan langkah-langkah antisipatif yang harus dilakukan agar laju pergerakan korupsi dapat dibendung bahkan diberantas. Pada dasarnya Prinsip-prinsip anti korupsi terkait dengan semua objek kegiatan publik yang menuntut adanya integritas, objektivitas, kejujuran, keterbukaaan, tanggung gugat dan meletakkan kepentingan publik diatsa kepentingan individu. Dalam konteks korupsi ada beberapa prinsip yang harus ditegakkan untuk mencegah terjadinya korupsi, yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi, kewajaran dan adanya aturan maen yang dapat membatasi ruang gerak korupsi, serat kontrol terhadap aturan main tersebut.
����� 1.����� Akuntanbilitas
Prinsip akuntabilitas merupakan pilar penting dalam rangka mencegah terjadinya korupsi. Prinsip ini pada dasarnya dimaksudkan agar segenap kebijakan dan langkah-langkah yang� yang dijalankan sebuah lembaga dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna. Akuntabilitas mensyaratkan adanya sebuah kontrak aturan maen baik yang teraktualisasidalam bentuk konvensi maupun konstruksi, baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga. Melalui aturan maen itulah sebuah kebijakan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh kaerena itu prinsip akuntabilitas sebagai prinsip pencegahan tindak korupsi membutuhkan perangkat-perangkat pendukung, baik berupa perundang-undangan maupun dalam bebtuk komitmen dan dukungan masyarakat.
Keberadaan undang-undang maupun peraturansecara otomatis mengaharuskan adanya akuntabilitas.Hal ini berlansung pada seluruh level kelembagaan, baik pada level negara maupun komunitas tertentu. Sebagai prinsip akuntabilitas undang-undang negara juga menyebutkan adanya kewajiban ganti rugi yang diberlakukan atas mereka yang karena kelengahan itu telah merugikan negara.
2.������ Transparansi
Transparansi merupakan prinsip yang mengaharuskan semua kebijakan dilakukan secara terbuka sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk, sekaligus kontrol bagi seluruh bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan seluruh sektor kehidupan publik mensyaratkan adanya transparansi sehingga tidak terjadi distorsi dan penyelewengan yang merugikan masyarakat. Dalam bentuk yang paling sederhana keterikatan interaksi antar dua individu atau lebih mengharuskan adanya keterbukaan, keterbukaan dalam konteks ini merupakan bagian dari kejujuran untuk saling menjujung kepercayaan yang terbina antar� individu.
Sektor-sektor yang harus melibatkan masyarakat adalah sebagai berikut:
a.� Proses penganggaran yang bewrsifat dari bawah ke atas, mulai dari ����������� perencanaan, implementasi, laporan pertanggungjawaban dan penilaian ������� terhadap kinerja anggran. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan ������ masyarakat melkukan kontrol terhadappengelolaan anggaran.
b. Proses penyusunan kegiatan atau proyek
c. Proses pembahasan tentang pembuatan rancangan peraturan yang �� berkaitan dengan strategi penggalangan dana.
d. Proses tentang tata cara dan mekanisme pengelolaan proyek mulai dari ������ proses tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan �� pertanggungjawaban secara teknis dari proyek yang dikerjakan oleh ���������� pimpinan proyek atau kontraktor.
3. ����� Fairness
Fairness merupakan salah satu Prinsip-prinsip anti korupsi yang mengedepankan kepatutan atau kewajaran. Prinsip Fairness sesungguhnya lebih ditujukan untuk mencegah terjadinnya manipulasi dalam penganggaran proyek pembangunan, baik dalam bebtuk mark up maupun ketidakwajaran kekuasaan lainnya. Jika mempelajari definisi korupsi sebelumya, maka dalam korupsi itu sendiri terdapat unsur-unsur manipulasi dan penyimpangan baik dalam bentuk anggaran, kebijkan dan lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka para perumus kebijakan pembangunan menekankan pentingnya prinsip fairness dalam proses pembangunan hingga pelaksanaanya. Haze Croall dalam bukunya White Collar Crime (kejahatan kerah putih) merumuskan kejahatan kerah putih atau koruptor sebagai kejahatan orang-orang yang menyukai cara-cara licik, menipu dan jauh dari sifat-sifat fairness.
Untuk menghindari� pelanggaran terhadap prinsip fairness, khususnya dalam proses� penganggaran, diperlukan� beberapa langkah sebagai berikut:
a. Komprehensif dan disiplin
b. Fleksibilitas
c. Terprediksi
d. Kejujuran
e. Informatif
4. ������� Kebijakan Anti Korupsi
Kebijakan merupak sebuah upaya untuk mengatur tata interaksi dalam ranah social. Korupsi sebagai bentuk kejahatan� luar biasa yang mengancam tata kehidupan berbagai telah memaksa setiap negara membuat undang-undang untuk mencegahnya. Korupsi sebagai bagian dari nilai-nilaiyang ada dalam diri seseorang dapat dikendalikan dan dikontrol oleh peraturan. Kebikjakan anti korupsi dapat dilihat dalam beberapa perspektif, yaitu: isi kebijkan, pembuatan kebijakan, penegakkan kebijakan, hukum kebijakan.
5.�������� Kontrol Kebijakan
Mengapa perlu kontrol kebijakan? Jawaban yang pasti atas pertanyaan ini adalah karena tradisi pembangunan yang dianut selama ini lebih bersifat sentralistik. Menurut David Korten lebih dari tiga dasawarsa, pembangunan diasumsikan dari pemerintah dan untuk pemerintah sendiri. Ini berarti bahwa fungsi peran, dan kewenangan pemerintah teramat dominan hingga terkesan bahwa proses kenegaraan hanya menjadi tugas pemerintah dan sama sekali tidak perlu melibatkan masyarakat seolah-olah pemerintah paling mengetahui seluk beluk kehidupan masyarakat di negarannya. Itulah sebabnya, ditengah arus demokratisasi, paradigma tersebut harus direkonstruksi sehingga tumbuh tradisi baru berupa kontrol kebijakan.
Paling tidak terdapat tiga model kontrol terhadap kebijakan pemerintah, yaitu oposisi, penyempurnaan dan perubahan terhadap pemerintah. Penggunaaan tiga metode kontrol tersebut tergantung pada bentuk perumusan dan pelaksanaan kebijakanpemerintah serta pilihan politik yang hendak dibangun.
B. �Faktor Penyebab Korupsi
Korupsi adalah suatu tindak pidana yang merugikan banyak pihak. Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka ragam. Akan tetapi, secara umum dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau orang lain secara tidak sah.
Mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
- Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
- Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
- Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
- Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Arya Maheka, Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya Korupsi adalah :
- Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai meke-up politik, bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
- Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan kesempatan.
- Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
- Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
- Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
- Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
- Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap.
- Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno �bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam� memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain.
C. Dampak Korupsi terhadap Ekonomi
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction effects) terhadap orang miskin, dengan dua dampak yang saling bertaut satu sama lain. Pertama, dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin yakni semakin mahalnya harga jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas pelayanan, dan juga sering terjadinya pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti air, kesehatan, dan pendidikan. Kedua, dampak tidak langsung terhadap orang miskin yakni pengalihan sumber daya milik publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin, melalui pembatasan pembangunan.� Dampak yang tidak langsung ini umumnya memiliki pengaruh atas langgengnya sebuah kemiskinan.
����������� Secara sederhana penduduk miskin di wilayah Indonesia dapat dikategorikan dalam dua kategori, yakni� :
1.� Kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan struktural yang bersifat terus menerus.
2.� Kemiskinan sementara (transient poverty), yaitu kemiskinan yang indikasinya adalah menurunnya pendapatan (income) masyarakat untuk sementara waktu akibat perubahan yang terjadi, semisal terjadinya krisis moneter.
����������� Mengingat adanya kemiskinan struktural, maka adalah naif jika kita beranggapan bahwa virus kemiskinan yang menjangkit di tubuh masyarakat adalah buah dari budaya malas dan etos kerja yang rendah (culture of poverty). William Ryan, seorang sosiolog ahli kemiskinan, menyatakan bahwa kemiskinan bukanlah akibat dari berkurangnya semangat wiraswasta, tidak memiliki hasrat berprestasi, fatalis.� Pendekatan ini dapat disebut sebagai blaming the victim (menyalahkan korban).
����������� Pada tahun 2000-2001, the Partnership for Governanve Reform in Indonesiaand the World Bank telah melaksanakan proyek �Corruption and the Porr�. Proyek ini memotret wilayah permukiman kumuh di Makassar, Yogyakarta, dan Jakarta. Tujuannya ingin menjelaskan bagaimana korupsi mempengaruhi kemiskinan kota. Dengan mengaplikasikan suatu metode the Participatory Corruption assessment (PCA), di setiap lokasi penelitian, tim proyek melakukan diskusi bersama 30-40 orang miskin mengenai pengalaman mereka bersentuhan dengan korupsi.� Kegiatan ini juga diikuti dengan wawancara perseorangan secara mendalam untuk mengetahui dimana dan bagaimana korupsi memiliki pengaruh atas diri mereka.
����������� Sebuah wawasan dan pemahaman yang holistik tentang pengaruh korupsi terhadap kehidupan sosial orang miskin pun didapat.� Para partisipan program PCA ini mengidentifikasi empat risiko tinggi korupsi, yakni� :
1.� Ongkos finansial (financial cost)
Korupsi telah menggerogoti budgetketat yang tersedia dan meletakkan beban yang lebih berat ke pundak orang miskin dibandingkan dengan si kaya.
2.� Modal manusia (human capital)
Korupsi merintangi akses pada efektivitas jasa pelayanan sosial termasuk sekolah, pelayanan kesehatan, skema subsidi makanan, pengumpulan sampah, yang kesemuanya berpengaruh pada kesehatan orang miskin dan keahliannya.
3.� Kehancuran moral (moral decay)
Korupsi merupakan pengingkaran dan pelanggaran atas hukum yang berlaku (the rule law) untuk meneguhkan suatu budaya korupsi (culture of corruption)
4.� Hancurnya modal sosial (loss of social capital)
Korupsi mengikis kepercayaan dan memberangus hubungan serta memporakporandakan kohesifitas komunitas.
Korupsi mengikis kepercayaan dan memberangus hubungan serta memporakporandakan kohesifitas komunitas.
Dampak Sosial
����������� Korupsi, tidak diragukan, menyuburkan berbagai jenis kejahatan dalam masyarakat.Menurut Alatas, melalui praktik korupsi, sindikat kejahatan atau penjahat perseorangan dapat leluasa melanggar hukum, menyusupi berbagai oraganisasi negara dan mencapai kehormatan.� Di India, para penyelundup yang populer sukses menyusup ke dalam tubuh partai dan memangku jabatan penting. Bahkan, di Amerika Serikat, melalui suap, polisi korup menyediakan proteksi kepada organisasi-organisasi kejahatan dengan pemerintahan yang korup. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatan.
����������� Menurut Transparensy International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika angka korupsi berhasil dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga meningkat.� Jadi bisa dikatakan, mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan lain dalam masyarakat.
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa penegakan hukum di suatu negara selain tergantung dari hukum itu sendiri, profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, juga tergantung pada kesadaran hukum masyarakat.� Memang secara ideal, angka kejahatan akan berkurang jika timbul kesadaran masyarakat (marginal detterence). Kondisi ini hanya terwujud jika tingkat kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat sudah memadai.
Dampak terhadap Demokrasi
Negara kita sering disebut bureaucratic polity. �Birokrasi pemerintah merupakan sebuah kekuatan besar yang sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.� Selain itu, birokrasi pemerintah juga merupakan garda depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat.� Namun di sisi lain, birokrasi sebagai pelaku roda pemerintahan merupakan kelompok yang rentan terhadap jerat korupsi.
Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara.� Sudah menjadi rahasia umum bahwa birokrasi di tanah air seolah menjunjung tinggi pameo �jika bisa dibuat sulit, mengapa harus dipermudah�.� Semakin tidak efisien birokrasi bekerja, semakin besar pembiayaan tidak sah atas institusi negara ini.� Sikap masa bodoh birokrat pun akan melahirkan berbagai masalah yang tidak terhitung banyaknya.� Singkatnya, korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi.
Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum� :� yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri.� Korupsi tidak saja terbatas pada transaksi yang korup yang dilakukan dengan sengaja oleh dua pihak atau lebih, melainkan juga meliputi berbagai akibat dari perilaku yang korup, homo venalis.
Transparency International (TI), sebagai lembaga internasional yang bergerak dalam upaya antikorupsi, membagi kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis, yaitu� :
1.����� Korupsi administratif
Secara administratif, korupsi bisa dilakukan �sesuai dengan hukum�, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan, serta korupsi yang �bertentangan dengan hukum� yaitu meminta imbalan uang untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.� Di tanah air, jenis korupsi administratif berwujud uang pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Ijin Mengemudi (SIM), akte lahir, dan paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal, seharusnya tanpa uang pelicin surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat.
2.����� Korupsi politik
jenis korupsi politik muncul dalam bentuk �uang damai�.� Misalnya, uang yang diberikan dalam kasus pelanggaran lalu lintas agar si pelanggar tidak perlu ke pengadilan.
Manajemen kerja birokrasi yang efisien sungguh merupakan barang yang langka di tanah air.� Menurut HS. Dillon, birokrasi hanya dapat digerakkan oleh politikus yang berkeahlian dalam bidangnya. Bukan sekedar pejabat yang direkrut dari kalangan profesi atau akademikus tanpa pengalaman dan pemahaman tentang kerumitan birokrasi.
Dampak terhadap Fungsi Pemerintahan
Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerja suatu sistem politik atau pemerintahan.� Pertama, korupsi mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Pada dasarnya, isu korupsi lebih sering bersifat personal. Namun, dalam manifestasinya yang lebih luas, dampak korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan juga dapat mencoreng kredibilitas organisasi tempat si koruptor bekerja.� Pada tataran tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial. Korupsi yang berdampak sosial sering bersifat samar, dibandingkan dengan dampak korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata.
Kedua, publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindak korupsi.
Ketiga, lembaga politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok. Ini mengandung arti bahwa lembaga politik telah dikorupsi untuk kepentingan yang sempit (vested interest). Sering terdengar tuduhan umum dari kalangan anti-neoliberalis bahwa lembaga multinasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), IF, dan Bank Dunia adalah perpanjangan kepentingan kaum kapitalis dan para hegemoni global yang ingin mencaplok politik dunia di satu tangan raksasa. Tuduhan seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat publik yang memperalat suatu lembaga politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam kasus seperti ini, kehadiran masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi hukum yang kuat dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi yang merajalela di masyarakat.
Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah, sebagai pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai berikut� :
1.Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi,
2.Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset,
3.Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik.
1.Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi,
2.Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset,
3.Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik.
Dengan demikian, suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Menurut Wang An Shih, koruptor sering mengabaikan kewajibannya oleh karena perhatiannya tergerus untuk kegiatan korupsi semata-mata.� Hal ini dapat mencapai titik yang membuat orang tersebut kehilangan sensitifitasnya dan akhirnya menimbulkan bencana bagi rakyat.
Dampak terhadap Akhlak dan Moral
Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah akan menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Ia meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai tindakan pemerintah. Jika suatu pemerintah tidak lagi mampu memberi pelayanan terbaik bagi warganya, maka rasa hormat rakyat dengan sendirinya akan luntur. Jika pemerintahan justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintahan.
Karenanya, praktik korupsi yang kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan masyarakat. Korupsi yang menjangkiti kalangan elit turut memaksa masyarakat menganut berbagai praktik di bawah meja demi mempertahankan diri.� Mereka pun terpaksa melakukan korupsi agar mendapat bagian yang wajar, bukan untuk mencapai berbagai keuntungan luar biasa.� Inilah lingkaran setan yang klasik.� Singkatnya, demoralisasi terhadap perilaku koruptif kalangan elit pemerintah, juga sering menyuburkan perilaku koruptif di kalangan masyarakat.
Aspek demoralisasi juga mempengaruhi lembaga internasional dalam menetapkan kebijakan untuk membantu negara-negara berkembang.� Lembaga internasional menolak membantu negara-negara yang korup.� Sementara pada gradasi tertentu, praktik korupsi akan memunculkan antipati dan mendorong sumber-sumber resistensi yang luar biasa di kalangan warga masyarakat.� Akibatnya kemudian adalah terjadinya delegitimasi aparat dan lembaga pemerintahan, oleh karena mereka dianggap warga masyarakat tidak kredibel.� Menurut Sun Yan Said, korupsi menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial, dan keterasingan politik.�
D.� Peran Serta Generasi Muda Dalam Memberantas Korupsi
Pemuda adalah aset zaman yang paling menentukan kondisi zaman tersebut dimasa depan. Dalam skala yang lebih kecil, pemuda adalah aset bangsa yang akan menentukan mati atau hidup, maju atau mundur, jaya atau hancur, sejahtera atau sengsaranya suatu bangsa.
Belajar dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan. Hal ini membuktikan bahwa pemuda memiliki kekuatan yang luar biasa. Tokoh-tokoh sumpah pemuda 1928 telah memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Semangat sumpah pemuda telah menggetarkan relung-relung kesadaran generasi muda untuk bangkit, berjuang dan berperang melawan penjajah Belanda.
Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan datang yang menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi. Fakta bahwa korupsi sudah sedemikian sistemik dan kian terstruktur sudah tidak terbantahkan lagi. Ada cukup banyak bukti yang bisa diajukan untuk memperlihatkan bahwa korupsi terjadi dari pagi hingga tengah malam, dari mulai soal pengurusan akta kelahiran hingga kelak nanti pengurusan tanah kuburan, dari sektor yang berkaitan dengan kesehatan hingga masalah pendidikan, dari mulai pedagang kaki lima hingga promosi jabatan untuk menduduki posisi tertentu di pemerintahan.
Oleh karena itulah, peran kaum muda sekarang adalah mengikis korupsi sedikit demi sedikit, yang mudah-mudahan pada waktunya nanti, perbuatan korupsi dapat diberantas dari negara ini atau sekurang-kurangnya dapat ditekan sampai tingkat serendah mungkin.
E.� Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini Dikalangan Generasi Muda Dalam Mencegah Terjadinya Tindak Korupsi
Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk ke jalan yang benar. Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Termasuk juga pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi koruptor atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia.
Pendidikan anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna mencegah tindak pidana korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti korupsi juga penting guna mencegah adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan moral. Pelajaran akhlak penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya pendidikan anti korupsi memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi. Maka dari itu, sebagai wanita, pemelihara bangsa dan penelur generasi penerus bangsa, sudah pasti harus mampu memberikan sumbangsih dalam hal pemberantasan korupsi. Satu hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang. Namun sisi korupsi dapat merambah dalam segala hal bidang kehidupan. Misalnya tenaga, jasa, materi, dan sebagainya. Seperti yang dilansir dari program KPK yang akan datang bahwa pendidikan dan pembudayaan antikorupsi akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi mulai tahun 2012. Pemerintah akan memulai proyek percontohan pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi. Jika hal tersebut dapat terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa optimis di masa depan kasus korupsi bisa diminimalisir.
F.� Hambatan Dan Upaya Yang Dilakakukan Dalam Penerapan Pendidikan Anti Korupsi Dini
Dibawah ini adalah beberapa hambatan yang akan dihadapi, yaitu:
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem administrasi Indonesia.
5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan rasti yang semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang diemban.
BAB III
CONTOH DAN ANALISIS KASUS
Kasus Luthfi Hasan Ishaaq
Rabu 30 Januari 2013 Luthfi Hasan Ishaaq (LHI), di tetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas tuduhan dugaan kasus Suap Impor Daging. Ia dijemput penyidik di kantor DPP PKS dan tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kuningan, Jakarta, Kamis (31/1/2013) sekitar pukul 00.00 WIB. KPK menetapkan Luthfi sebagai tersangka atas dugaan bersama-sama menerima suap dari PT Indoguna Utama terkait kebijakan impor daging sapi. Selain Luthfi, KPK menetapkan Ahmad Fathani sebagai tersangka atas dugaan perbuatan yang sama. KPK juga menetapkan dua Direktur PT Indoguna, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi sebagai tersangka pemberian suap. Penetapan Luthfi sebagai tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, Selasa (29/1/2013) malam di Hotel Le Meridien dan di kawasan Cawang, Jakarta.
Dari situ, KPK menahan empat orang, yakni Ahmad, Arya, Juard, dan seorang perempuan bernama Maharani. Bersamaan dengan penangkapan tersebut, KPK menyita uang Rp 1 miliar yang disimpan dalam kantung plastik dan koper. Keempatnya lalu diperiksa seharian di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta. Sedangkan, Maharani sendiri telah dibebaskan Kamis, pukul 02.10, karena tidak terbukti terlibat kasus suap .Melalui proses gelar perkara, KPK menyimpulkan ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Luthfi sebagai tersangka. Informasi dari KPK menyebutkan, uang yang dijanjikan PT Indoguna terkait kebijakan impor daging sapi ini mencapai Rp 40 miliar. Adapun uang Rp 1 miliar yang ditemukan saat penggeledahan tersebut, diduga hanya uang muka. (Kompas.com)
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjajanto mengatakan pihaknya sudah mengantongi�bukti penggunaan pengaruh oleh Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq�dalam proses penerbitan izin impor daging sapi.
Meski bukan anggota Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat,�Luthfi memanfaatkan pengaruhnya di Kementerian Pertanian�untuk menggolkan izin impor daging. �Saya lupa istilahnya, tapi semacam menjual otoritas,� ujarnya, di KPK, Kamis, 31 Januari 2013.
Menurut Bambang, untuk memanfaatkan pengaruh tidak harus punya kewenangan. Namun, pengaruh bisa dipakai untuk mempengaruhi. Dia menegaskan, �Ini tidak menduga-duga, kami mempunyai buktinya.�
Bambang memastikan uang suap Rp 1 miliar yang disita KPK pada Selasa lalu terkait dengan izin impor.
Bambang enggan mengatakan kepada siapa sebenarnya uang ini akan diarahkan. �Itu kan berkaitan dengan impor. Jadi pasti ke arah sana. Cuma kan saya enggak bisa bilang detailnya. Kira-kira ke arah mana, berkaitan dengan perizinan,� katanya.
Analisa Hukum
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau�keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. (Pasal�1 butir 14 UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP)
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidik menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. (Pasal�1 butir 5 UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP)
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 butir 2 UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP)
Penetapan tersangka yang dilakukan kurang dari satu hari alias 1 X 24 Jam oleh KPK, jelas Cacat Hukum dan tidak beralasan. Karena sebelum ditetapkan seseorang sebagai tersangka seharusnya dilakukan�penyelidikan terlebih dahulu yakni mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana baru kemudian bisa meningkat ke penyidikan baru ke penetapan tersangka setelahnya.
Ditetapkannya Ahmad Fathoni (AF) bersama dengan Gadis yang bernama Maharani sebagai bentuk Gratifikasi Sex Ujarnya. Juga ditetapkannnya dua Direktur PT Indoguna, Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi sebagai tersangka pemberian suap. Sebagai salah satu alat bukti untuk menetapkan LHI sebagai tersangka.
Sebelumnya mari kita definisikan dulu apa yang dimaksud dengan Gratifikasi. Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. (Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan�Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001�Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Menurut Pasal 12 UU TIPIKOR Gratifikasi berlaku untuk pegawai negeri, Penyelenggara Negara atau Advokat yang ditunjuk untuk mewakili dalam siding pengadilan.
Apakah dalam hal ini AF sebagai Pegawai Negeri, Penyelenggara Negara atau Advokat yang ditunjuk untuk mewakili dalam persidangan dalam pengadilan. Jika tidak jelas bukanlah ini termasuk dalam kategori gratifikasi
Dalam Proses Penetapan tersangka di Penyidikan seharusnya ditentukan terlebih dahulu minimal dua alat bukti yang ada sebagaimana yang disebut dalam Pasal 184�UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP. Alat bukti yang sah;
a. Keterangan Saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
Jika uang satu milyar, bisa dikatakan sebagai bukti petunjuk, maka untuk AF dan direktur PT. Indraguna dikatakan sebagai saksi, maka alangkah mudahnya seseorang nantinya dalam menuduh atau menyangka kepada seseorang yang tidak tahu apa-apa terlibat didalamnya.
Kemudian sebelum dikatakan uang satu milyar tersebut dikatakan untuk digunakan dalam suap Impor daging dengan tertuju LHI, adakah buktinya bahwa memang itu ditujukan untuk LHI? Bukti berupa informasi yang terkait, baik berupa SMS, telephone, atau yang lainnya mengingat KPK diberikan kewenangan untuk melakukan sebuah penyadapan sesuai dengan pasal 12 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, ini dulu yang dibuktikan apakah benar uang ini ditujukan kepada LHI sebagai Suap. Jika ini terbukti benar maka dapat dikatakan sebagai satu alat bukti.
Jika dikatakan bahwa AF adalah orang terdekat atau bisa dikatakan Asisten dari LHI adakah bukti berupa bukti surat, dokumen elektronik (Foto), atau rekaman yang menyatakan bahwa AF adalah orang dekat dari LHI. Jika tidak maka siapapun bisa mengatakan bahwa saya adalah orang dekat LHI dengan tujuan memfitnah atau melakukan pembunuhan karakter orang lain untuk tujuan tertentu.
LHI berada di komisi pertahanan keamanan, sedangkan masalah Impor sapi berada dalam lingkungan komisi pertanian, menurut Wakil ketua KPK yang berinisial BW menyatakan bahwa LHI memang tidak memiliki kewenangan, tapi dia�Luthfi memanfaatkan pengaruhnya di Kementerian Pertanian�untuk menggolkan izin impor daging. Dalam UU TIPIKOR tidak dikatakan istilah pengaruh, yang dikatakan korupsi adalah menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya dirinya atau orang lain. Jelas hal ini bertentangan dengan Pasal 1 ayat 1 KUHP �Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana, dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.� Atau yang disebut sebagai asas legalitas dalam hukum pidana yang dalam bahasa latin disebut��nulla poena sine lege.��(tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang). (Scahfmaster, Hukum Pidana, hal.5)
Bambang memastikan uang suap Rp 1 miliar yang disita KPK pada Selasa lalu terkait dengan izin impor. �Itu kan berkaitan dengan impor. Jadi pasti ke arah sana. Cuma kan saya enggak bisa bilang detailnya. Kira-kira ke arah mana, berkaitan dengan perizinan,�
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi sebagai sebuak bentuk konsepsi mengalami pemaknaan yang beragam. Mulai pemaknaan yang bersifat etimologis, terminologis, sampai levelisasi korupsi. Sebagai sebuah penyimpangan, korupsi tidak hanya berlangsung pada ranah kekuasaan untuk mencari keuntungan materi juga dalam bentuk penyimpangan kepercayaan� yang ada pada setiap orang. Korupsi bukan hanya milik pemerintah, tapi juga sektor swasta bahkan lembaga pendidikan. Korupsi tidak hanya berlangsung pada level struktural, tapi juga kultural.
Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus korupsi yang bermula dari diri sendiri dan diharapkan beimplikasi terhadap kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu melaksanakan Undang-Undang Dasar �45 demi terwujudnya good goverment. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola pikir baru terhadap generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Didalam kasus Luthfi Hasan Ishaq, kami menarik beberapa kesimpulan diantaranya :
1. Apa yang dilakukan oleh KPK dengan menetapkan tersangka sebelum dilakukan sebuah penyelidikan, yang kemudian meningkat ke penyidikan jelas salah, KPK dalam mengambil Prosedur tak sesuai dengan langkah hukum yang ada berdasarkan KUHAP.
2. Apa yang dinyatakan KPK sebagai alat bukti untuk menetapkan LHI sebagai tersangka, jelas tidak bisa dikatakan alat bukti. Pertama KPK harus memastikan uang satu milyar yang berada dalam plastic bersamaan dengan ditangkap tangan tersangka AF adalah benar-benar ditujukan kepada LHI.
3. Apa yang disampaikan oleh wakil ketua KPK mengenai LHI memiliki pengaruh meskipun tidak memiliki kewenangan jelas ini cacat hukum. Sebesar apapun pengaruh jika yang dipengaruhi tidak menyalahgunaan kewenangannya pasti tidak akan terjadi, karena yang disebut dalam UU TIPIKOR adalah penyalahgunaan kewenangan bukan penyalahgunaan pengaruh.
B. Saran
����������� Dengan penulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat memilih manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar kita tidak terjerumus oleh hal-hal korupsi dan dapat menambah wawasan dan pemikiran yang intelektual khususnya dalam mata kuliah anti korupsi�.
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Syed Husein. 1987. Korupsi, Sebab dan Fungsi. Jakarta: LP3ES.
Hartati, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakatra: Sinar Grafica.
UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
UU No. 20 Tahun 2001�Tentang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK
http://edukasi.kompas.com/read/2012/02/22/08211880/Pendidikan.Antikorupsi.Masuk.Kurikulum (diakses 7 Mei 2014)
http://nasional.kompas.com/read/2013/09/25/1827262/Mulailah.Pendidikan.Antikorupsi.di.Keluarga.dan.Sekolah. (diakses 7 Mei 2014)
pendidikanantikorupsi.org (diakses 7 Mei 2014)
���������
Source : http://dupenet.blogspot.com/2014/06/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
         Demikianlah artikel yang bisa saya share mengenai Contoh Makalah dengan Tema Korupsi semoga bermanfaat dan berguna untuk anda semua
EmoticonEmoticon