BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ingatan memberikan bermacam-macam arti bagi para ahli. Pada umumnya memandang ingatan sebagai hubungan pengalaman dengan masa lampau. Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia, menunjukkan bahwa manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang pernah dialaminya. Apa yang telah pernah dialami oleh manusia tidak seluruhnya hilang, tetapi disimpan dalam jiwanya; dan bila suatu waktu dibutuhkan hal-hal yang disimpan itu dapat ditimbulkan kembali. Tetapi ini pun tidak berarti bahwa semua yang telah pernah dialami itu akan tetap tinggal seluruhnya dalam ingatan dan dapat seluruhnya ditimbulkan kembali atau dengan kata lain ada yang dilupakan. Peristiwa kelupaan ini dapat terjadi karena kemampuan ingatan yang terbatas, cepat lambat orang dalam memasukkan (mendispersi) apa yang ia pelajari, ataupun karena problem psikologis yang ada pada dirinya. Sehingga diperlukan teknik-teknik tertentu untuk mengatasi kelupaan yang terjadi pada diri siswa. Banyak kiat-kiat yang dapat dicoba untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengingat, seperti yang dikemukakan oleh Barlow, Reber, dan Anderson yang akan Penulis bahas dalam makalah ini. Selain megenai lupa, penulis juga akan membahas tentang transfer dalam belajar (transfer of learning) yang merupakan pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu situasi ke situasi lainnya. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Apa Yang Menyebabkan Orang Mengingat atau Melupakan ?
Mengapa kita mengingat beberapa hal dan melupakan yang lain ? Mengapa kadang-kadang kita dapat mengingat hal-hal spele yang terjadi sekian tahun lalu tetapi bukan hal-hal penting yang terjadi kemaren ? Kebanyakan kelupaan terjadi karena informasi dalam daya ingat kerja tidak pernah dipindahkan ke daya ingat jangka panjang. Namun, hal itu juga dapat terjadi karena kita telah kehilangan akses kita ke informasi yang berada dalam daya ingat jangka panjang.
Mengingat dan Melupakan
Mengingat berarti menyerap atau melekatkan pengetahuan dengan jalan pengecaman secara aktif. Mengingat adalah proses menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima melalui pengamatan, kemudian disimpan dalam pusat kesadaran (otak) setelah diberikan tafsiran. Proses mengingat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu meliputi faktor individu, faktor sesuatu yang harus diingat dan faktor lingkungan. Mengingat adalah segala bentuk upaya untuk merefleksikan dan meretensikan ingatan terhadap apa yang telah dismpan uuh dalam memori. Merefleksikan adalah merupakan manifestasi dari berfikir akan segala sesuatu yang telah muncul dalam ingatan nyata, sehingga ia memerlukan tindakan lebih lanjut. Meretensikan adalah menularkan kembali apa yang telah diingat seseorang, atau mencoba menelusuri pengalaman hidup melalui ingatan. Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima seseorang (Coon, 1983). Fungsi ingatan itu sendiri meliputi tiga aktivitas, yaitu :
1. Mencamkan, yaitu menangkap atau menerima kesan-kesan
2. Menyimpan kesan-ksan
3. Mereproduksi kesan-kesan
Ingatan ini sangat selektif dan terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1. Ingatan Sensorik
2. Ingatan Jangka Pendek (short term memory)
3. Ingatan Jangka Panjang (long term memory)
Sifat-sifat dari ingatan yang baik adalah: Cepat, setia, kuat, luas, dan siap. Ingatan dikatakan cepat, apabila dalam mencamkan kesan-kesan tidak mengalami kesulitan. Ingatan dikatakan setia, apabila kesan yang telah dicamkan itu tersimpan dengan baik dan stabil. Ingatan dikatakan kuat, apabila kesan-kesan yang tersimpan bertahan lama. Ingatan dikatakan luas, apabila kesan-kesan yang tersimpan sangat bervariasi dan banyak jumlahnya. Ingatan dikatakan siap, apabila kesan-kesan yang tersimpan sewaktu-waktu mudah direproduksikan kea lam kesadaran.
Sering kita menyebutkan hal ingat dan lupa. Soal mengingat dan lupa ini dalam psikologi biasa dikemukakan dengan satu pengertian saja, yaitu ?retensi?. Jadi retensi menunjukkan hal mengingat dan lupa yang keduanya hanya merupakan sudut tinjauan yang berbeda tentang sesuatu yang satu. Untuk mengatasi hal ini, maka bahan yang ingin kita ingat dengan baik harus diulang-ulang sacara terus-menerus. Untuk itu subjek hendaknya mampu membagi dan memanfaatkan wktu dengan baik. Dalam hal mengingat, orang sering mengalami kesulitan yang disebabkan karena adanya ?interferensi?. Interferensi adalah hambatan ingatan atau belajar akibat masuknya bahan-bahan yang terdahulu.
Dalam hal mereproduksi, kita kenal adanya dua macam reproduksi, yaitu :
1. Mengingat kembali (recall); dalam hal ini tidak ada objek yang dipakai untuk merangsang reproduksi, misalnya mengingat ciri-ciri benda yang sudah tidak ada atau hilang.
2. Mengenai kembali (recognition); dalam hal ini ada sesuatu objek yang dipakai sebagai perangsang untuk mengadakan reproduksi.
Selama bertahun-tahun, para peneliti telah mengidentifikasi beberapa factor yang menyebabkan lebih mudah atau lebih sulit mengingat informasi.
Lupa merupakan istilah yang sangat populer di masyarakat. Fenomena lupa dapat terjadi pada siapa pun juga. Tak peduli apakah orang itu anak-anak, remaja, orang tua, guru, pejabat, profesor, petani, dan sebagainya. Dari pengalaman sehari-hari, apa yang dialami dan dipelajari individu tidak seluruhnya tersimpan dalam memori. Menurut Gulo dan Rebber lupa adalah ketidak mampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialaminya. Dan menurut salah seorang ahli psikologi lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau mereproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah dipelajari. Sering sekali kita memandang lupa sebagai gejala yang menyedihkan, yang seharusnya tidak ada, namun mau tidak mau kita harus mempunyai sifat lupa tersebut. Mungkin saja ada beberapa orang yang frustasi, karena sering sekali mengalami lupa pada hal sudah berusaha untuk mengingat apa yang telah dipelajarinya. Sehingga seringkali timbul pertanyaan-pertanyaan dari dalam diri siswa untuk apa belajar kalau nantinya tidak dapat diingat kembali atau lupa jua. Dan siswa/I cenderung menganggap bahwa lupa adalah sebagai musuh besar. Bahkan, tidak sedikit siswa yang mencari alasan pokok bagi nasibnya yang malang ?bakat ingatan lemah? atau pada dasarnya dia tidak dapat mengingat dengan baik, dan lupa-lupa saja karena tidak memiliki bakat untuk mengingat. Kalau gagasan semacam ini diteruskan, siswa malah sampai pada kesimpulan ?lebih baik tidak belajar, toh akan lupa juga? maka dikhawatirkan kebodohan terjadi dimana-mana. Maka, bagi guru maupun siswa mendambakan keadaan lain serba ideal, dimana tidak terjadi lupa dan segala apa yang pernah dipelajari dapat di ingat dengan baik.
Perihal Lupa
Dahulu kala banyak orang yang berpendapat bahwa lupa itu terjadi disebabkan oleh lamanya waktu antara terjadinya pengalaman dengan terjadinya proses ingatan. Karena telah lama, maka mudah untuk dilupakan. Setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, ternyata pendapat tersebut tidak benar. Sekarang orang lebih cenderung untuk menerima bahwa lupa itu tergantung kepada:
1. Apa yang diamati ?
2. Bagaimanakah situasi dan proses pengamatan itu berlangsung ?
3. Apakah yang terjadi dalam jangka waktu berselang itu ?
4. Bagaimana situasi ketika berlangsungnya ingatan itu ?
Keempat pendapat itu sangat berhubungan erat dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Adapun yang dimaksud dengan lupa itu sendiri adalah sesuatu peristiwa seseorang tidak dapat mereproduksikan tanggapan meskipun ingatan kita dalam sehat.
Ada beberapa cara yang menerangkan proses terjadinya lupa tersebut, di antaranya adalah:
- Cara memasukkan atau belajar kurang tepat, terjadi kecerobohan pada waktu mengamati, sehingga apa yang diingat tidak sesuai dengan apa adanya.
- Kekuatan menyimpan (retensi) yang kurang baik yang kurang bahan pada saat ditimbulkan kembali.
Kapan Terjadi Lupa
Persoalan pada saat-saat kapan terjadi lupa, seharusnya dikaitkan dengan proses belajar itu sendiri. Lupa sebenarnya menyangkut dengan penggalian ingatan (Long trem memory) penggalian (retrieval) berlangsung sesudah materi pelajaran diolah (enconding) dan dimaksukkan dalam LTM (storage). Hasil penggalian mungkin harus digunakan dalam proses belajar yang sedang berlangsung, mungkin pula akan digunakan beberapa waktu kemudian, setelah proses belajar yang sekarang ini.
Selama proses belajar berlangsung siswa membutuhkan hasil penggalian dari ingatannya pada saat:
- Unit pelajaran, yang belum selesai dipelajari seutuhnya, akan dilanjutkan, misalnya pada jam pelajaran berikutnya. Disini berperan yang disebut ?working memory?
- Hasil belajar akan diterapkan diluar lingkup bidang studi yang bersangkutan, misalnya pengetahuan dibidang studi IPA digunakan untuk memahami aneka gejala klimatologis yang dialami setiap hari (transfer belajar). Disini working memory mungkin berperan.
- Harus memberikan prestasi pada akhir proses belajar, yang membuktikan bahwa hasil belajar memang diperoleh atau tujuan intruksional telah tercapai. Disini working memory mungkin berperan.
Sesudah proses belajar berakhir, siswa membutuhkan hasil penggalian dari ingatannya pada saat:
- Mempelajari unit pelajaran di bidang studi sama atau mempelajari topic tertentu di bidang studi lain. Hasil dari belajar yang dahulu itu diperlukan dalam rangka pengolahan materi yang lain. Di sini working memory berperan
- Mengulang kembali garis-garis besar dari materi pelajaran untuk beberapa pokok bahasan, sebagai persiapan untuk menempuh ulangan (review). Disini working memory berperan.
- Memberikan prestasi pada waktu mengerjakan ulangan yang meliputi sejumlah satuan pelajaran yang telah selesai dipelajari. Disini working memori berperan.
Dalam rangka menjawab persoalan ?kapan terjadi lupa?, cukuplah ditinjau fase menggali dan fase prestasi, karena dalam kedua fase itu dapat terjadi kesulitan dalam penggalian (retrieval) ?keluar? menyangkut fase konsentrasi, karenasemua unsure dalam materi pelajaran yang tidak relevan tidak akan diperhatikan lagi
Di sekolah para guru memandang lupa sebagai gejala yang menyedihkan, yang seharusnya tidak ada, namun mau tak mau harus dihadapi. Lupa dipandang sebagai ?musuh besar? yang harus disingkirkan sejauh mungkin. Lupa ialah suatu keadaan di mana individu kehilangan kemampuan untuk mengeluarkan kembali informasi yang telah tersimpan dalam ingatan jangka panjang atau jangka pendek (Gulo, 1982). Lupa merupakan peristiwa yang memilukan dan menyeret anak didik ke jurang kemalangan nasib. Dalam belajar, lupa kerapkali dialami dalam bidang belajar kognitif, di mana anak didik harus banyak ?belajar verbal?, yaitu belajar yang menggunakan bahasa. Penjelasan guru secara verbal cenderung mudah terlupakan, kecuali bila dalam menjelaskan sesuatu hal itu lebih mendekati kenyataan.
1. Lupa Versus Hilang
Kerapkali pengertian ?lupa? dan ?hilang? secara spontan dianggap sama, padahal apa yang dilupakan belum tentu hilang dalam ingatan begitu saja. Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah memberikan petunjuk bahwa sesuatu yang pernah dicamkan dan dimasukkan dalam ingatan, tetap menjadi milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas. Sejumlah kesan yang telah di dapat sebagai buah dari pengalaman belajar tidak akan pernah hilang, tetapi kesan-kesan itu mengendap kea lam bawah sadar. Penggalian kesan-kesan terpilih bisa karena kekuatan ?asosiasi? atau bisa juga karena kemauan yang keras melakukan ?reproduksi? dengan pengandalan konsentrasi. Oleh karena itu, tepat apa yang pernah dikemukakan oleh Gulo (1982) dan Reber (1988) bahwa lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. (Muhibbinsyah, 1999:151) Jadi, lupa bukan berarti hilang. Sesuatu yang terlupakan tentu saja masih dimiliki dan tersimpan di alam bawah sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan di alam bawah sadar.
Lupa adalah fenomena psikologis, suatu proses yang terjadi di dalam kehidupan mental. Persoalannya sekarang, kenapa kita lupa ? Padahal kemampuan kita menyimpan informasi luar biasa melalui ?komputer otak?. Perlu diketahui bahwa hilangnya informasi dari ingatan jangka pendek disebabkan oleh dua hal, yaitu karena gangguan dan waktu. Gangguan-gangguan yang menyebabkan terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka panjang maupun jangka pendek ditunjang oleh hasil-hasil penelitian. Bila informasi-informasi yang baru menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang lama disebut ?inhibisi retroaktif? atau gangguan retroaktif. Sebaliknya, bila informasi-informasi yang lama menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-informasi yang baru dinamakan ?inhibisi proaktif?.
2. Lupa-Lupa Ingat
Lupa-lupaan berarti pura-pura lupa. Melupakan berarti melalaikan; tidak mengindahkan. Baik lupa-lupaan maupun melupakan mengandung unsure kesengajaan. Kadang-kadang kita mencoba mengingat sesuatu dari ingatan jangka panjang kita dan merasa seolah-olah kita hamper mengingatnya. ?Hampir ingat? ini disebut ?gejala ujung lidah?.
3. Faktor-Faktor Penyebab Lupa
Persoalan tentang mengapa terjadi lupa belum mendapat jawab yang pasti. Tentang masalah apa kiranya sebab manusia mengalami lupa, terdapat beberapa pandangan ilmiah yang insya Allah akan kita uraikan.
Ingatan sering dianggap sebagai suatu kemampuan/kepastian yang agak bersifat umum. Misalnya intelegensi atau kemampuan intelektual, yang sedikit banyak berdiri sendiri.
a. Karena apa yang dialami itu tidak pernah digunakan lagi, atau tidak pernah dilatih/diingat lagi. Hukum ini disebut Lau of Disuse yang berasal dari seorang tokoh yang bernama Thandike. Pendapat ini didasarkan atas eksperimen-eksperiment yang dilakukan terhadap hewan.
b. Adanya hambatan-hambatan yang terjadi karena gejala-gejala/isi jiwa yang lain. Retro active inhibition ini sering terjadi jika bahan-bahan yang depelajari banyak persamaannya. Maka itu, tidak baik mencampur adukkan pelajaran dalam pikiran kita waktu belajar karena akan saling menghambat satu sama lain.
c. Represi atau tekanan. Tanggapan-tanggapan atau isi jiwa yang lain ditekan ke dalam ketidaksadaran oleh Das Uber-Ich atau super ego.
Karena selalu mengalami tekan itu maka, lama kelamaan menjadi lupa. Biasanya tanggapan-tanggapan itu selalu ditekan kedalam ketidaksadaran itu ialah tanggapan-tanggapan yang tidak baik yang merugikan kita, yang bersifat asusila/moral dan asosiasi.
d. Menurut law of disuse (Hilgard & Bower 1975), lupa dapat terjadi karena sebab materi pelajaran yang telah dikuasai tidak pernah digunaakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli, materi yang diperlakukan demikian akan masuk ke alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi pelajaran baru.
Dalam literature ilmiah yang membahas sebab-sebab terjadinya lupa, dapat ditemukan berbagai pandangan antara lain adalah:
a. Menurut Woodworth, gejala lupa disebabkan bekas-bekas ingatan yang tidak lama kelamaan akan terhapus, dengan berlangsungnya waktu, terjadinya proses penghapusan yang mengakibatkan suatu bekas ingatan menjadi kabur dan lama kelamaan hilang sendiri. Pandangan ini dikaitkan dengan proses fisiologis yang belangsung pada sel-sel otak, digambarkan bahwa pada saat fiksasi, kesan-kesan yang dicamkan ini diterima dan ditanamkan dalam struktur fisik sel-sel otak.
b. Pandangan ini mendapat banyak dukungan dari beberapa hasil penelitian ialah pandangan yang mencari sebab terjadinya lupa dalam ?interferensi?, yaitu gangguan dari informasi yang baru masuk kedalam ingatan terhadap informasi yang telah tersimpan disitu, seolah-olah informasi yang lama digeser dan kemudian lebih sukar diingat. Terjadinya interferensi merupakan suatu fakta, meskipun belum diketahui dengan jelas bagaiman interferensi itu harus dijelaskan.
c. Pandangan yang lain menunjukkan pada suatu motif tertentu, sehingga orangsedik banyak mau melupakan sesuatu, misalnya kejadian atau peristiwa yang tidak menyenangkan lebih mudah dilupakan dari pada yang menyenangkan. Jadi, disini terdapat pegnaruh dari motivasi terhadap penyimpanan.inilah kasus lupa yang berformatif.
Ketiga pandangan yang dijelaskan di atas mengandaikanbahwa terjadinya sesuatu selam fase penyimpanan (retensi), sehingga penggalian (evokasi) menjadi lebih sukar. Pandangan atau tujuan itu tidak perlu saling bertentangan, mungkin semua pandangan ini mengandungkebenaran. Namun, diantara ketiga pandangan itu, belum ada satupun yang terbukti mampu menjelaskan secara memuaskan sebab pokok terjadinya lupa, maka dalam hal ini masih tinggal sejumlah pertanyaan uang belum terjawab.
Mungkin pula salah satu penyebab terjadinya lupa ialah para siswa tidak mendapat kunci yang tepat untuk membuka ingatannya, jadi kesukarannya timbul pada fase penggalian itu sendiri. Misalnya, bilamana seorang guru memberikan pertanyaan pada ulangan dengan menggunakan rumusan atau istilah yang tidak pernah dipelajari oleh siswa, maka tidak mengherankan kalau siswa tidak dapat mengerjakannya dan mungkin mengatakannya ?saya telah lupa?. Tetapi sangat besar kemungkinannya siswa tidak lupa sama sekali, tetapi tidak mengetahui dimana harus mencari informasi yang tersimpan dalam ingatannya.
4. Faktor-faktor penyebab lupa yang lain menurut Muhibbin Syah adalah :
a. Lupa karena perubahan situasi lingkungan
Lupa dapat terjadi pada anak didik karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar di sekolah dengan waktu mengingat kembali di luar sekolah.
b. Lupa karena perubahan sikap dan minat
Lupa dapat terjadi pada anak didik karena perubahan sikap dan minat anak didik terhadap proses dan situasi belajar tertentu. Jadi, meskipun seorang siswa telah mengikuti proses belajar-mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karena sesuatu hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena ketidaksenangan terhadp guru) maka materi pelajaran itu akan mudah terlupakan.
c. Lupa karena perubahan urat saraf otak
Anak didik yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alcohol, atau gegar otak akan kehilangan ingatan atas informasi-informasi berupa kesan-kesan yang ada dalam memori otaknya atau memori permanennya.
d. Lupa karena kerusakan informasi sebelum masuk ke memori
Lupa dapat dialami seorang anak didik bila informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori otak. Dalam interference theory (teori mengenai gangguan), gangguan konflik ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1) practice interference; 2) retroactive interference (Reber 1988; Best 1989; Anderson 1990)
Menurut pandangan para ahli psikolog kognitif materi pelajaran yang terlupakan tidak akan hilang dari sistem ingatan anak didik. Materi pelajaran itu masih terdapat dalam subsistem akan permanen anak didik, namun terlalu lemah untuk dipanggil atau diingat kembali. Subsistem akan permanen di sini bisa dikatakan ?alam bawah sadar?.
5. Kiat Mengurangi Lupa
Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam meningkatkan daya ingatannya, antara lain menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990), adalah sebagai berikut:
a. Overlearning
Overlearning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelh anak didik melakukan pembelajaran atas respons tersebut dengan cara di luar kebiasaan. Banyak contoh yang dapat dipakai untuk over learning, antara lain pembacaan teks Pancasila pada setiap hari Senin memungkinkan ingatan siswa terhadap teks Pancasila lebih kuat.
b. Extra Study Time
Extra study time (tambahan waktu belajar) adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu berarti siswa menambah jam belajar, misalnya dari satu jam menjadi dua jam waktu belajar. Penambahan frekuensi belajar berarti siswa meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu, misalnya dari sekali sehari menjadi dua kali sehari. Kiat ini dipandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan.
c. Mnemonic Device
Mnemonic device artinya muslihat yang dapat membantu ingatan. Sering juga hanya disebut mnemonic (baca: ni?manik). Ini adalah kiat khusus yang dijadikan ?alat pengait? mental untuk memasukkan informasi-informasi ke dalam system ingatan anak didik. Muslihat mnemonic ini banyak ragamnya, yang paling menonjol adalah sebagaimana terurai di bawah ini:
a. Rima ( Rhyme ), yaitu sajak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus diingat siswa. Sajak ini akan lebih baik pengaruhnya apabila diberi not-not sehingga dapat dinyanyikan. Contohnya seperti nyanyian anak-anak TK yang berisi pesan-pesan moral.
b. Singkatan, yakni terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa. Pembuatan singkatan-singkatan ini seyogianya dilakukan sedemikian rupa sehingga menarik dan memiliki kesan tersendiri.
c. System kata pasak (peg word system), yakni sejenis teknik mnemonic yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memori baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan yang memiliki kesamaan watak (baik itu warna, rasa, dan seterusnya). Misalnya langit-bumi; panas-api; merah-darah; dan seterusnya.
d. Model Losai ( Method of Loci ), yaitu kiat mnemonik yang menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat siswa. Kata ?Loci? sendiri adalah jamak dari kata ?lokus? yang artinya tempat. Dalam hal ini nama-nama kota, jalan, dan gedung yang terkenal dapat dipakai untuk menempatkan kata dan istilah yang kurang lebih relevan, dalam arti memiliki kemiripan ciri dan keadaan. Contoh: nama ibukota Amerika Serikat untuk mengingat nama presiden pertama negara itu (George Washington).
e. Sistem Kata Kunci ( Key Word System ), kiat yang satu ini masih tergolong baru dibandingkan kiat-kiat yang lainnya. Kiat ini dikembangkan oleh Raugh dan Atkinsen. Sistem ini biasanya direkayasa secara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing, Inggris misalnya. Sistem ini berbentuk daftar kata yang terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut: i) kata-kata asing, ii) kata-kata kunci, yakni kata-kata bahasa lokal yang paling kurang suku pertamanya memiliki suara atau lafal yang mirip dengan kata yang dipelajari, iii) arti kata asing yang dipelajari. Contoh: Kata Inggris Kata Kunci Arti Astute Butterfly Challenge Domination Eyesight Fussy Astuti Baterai Celeng Domino Aisyah Fauzy Cerdik, lihai Kupu-kupu Tantangan Penguasaan Penglihatan Cerewet.
d. Clustering (Pengelompokkan)
Maksud kiat pengelompokkan (clustering) adalah menata ulang setiap materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa materi tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip. Penataan ini direkayasa sedimikian rupa dalam bentuk daftar-daftar item materi sehingga mudah untuk dihafalkan.
e. Latihan Terbagi
Lawan latihan terbagi (distributed practice) adalah latihan terkumpul (massed practice) yang sudah dianggap tidak atau kurang efektif, karena mendorong anak didik melakukan ?cramming? (belajar tergesa-gesa). Dalam latihan terbagi anak didik dapat menggunakan berbagai pendekatan dan metode sebagai strategi belajar yang efisien dan efektif. Upaya demikian dilakukan untuk menghindari cramming, yakni belajar banyak materi secara tergesa-gesa dalam waktu yang singkat.
f. Pengaruh Tak Tersambung
Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak bersambung (the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar kata-kata (nama, istilah, dan sebagainya) yang diawali dan diakhiri dengan kata-kata yang harus diingat. Kata-kata yang harus diingat siswa tersebut sebaiknya ditulis dengan menggunakan huruf dan warnba yang mencolok agar tampak sangat berbeda dari kata-kata yang lainnya yang tidak perlu diingat. Dengan demikian, kata yang ditulis pada awal dan akhir daftar tersebut memberi kesan tersendiri dan diharapkan melekat erat dalam subsistem akal permanen siswa.
Selain kiat-kiat mengurangi lupa seperti yang dikemukakan oleh para tokoh di atas, ada lagi kiat lain sebagai jurus ampuh yang sudah teruji keampuhannya untuk mengurangi lupa.Kiat dimaksud adalah ?Jembatan Logika?, yaitu suatu siasat untuk menyerap, mengolah, dan menyimpan informasi penting berupa pokok pikiran dari suatu gagasan untuk dijadikan pijakan utama dalam penggalian informasi yang telah tersimpan dalam memori.
W. S. Winkel (1989:299) mengemukakan usaha-usaha mengurangi lupa yang dapat dilakukan oleh anak didik dan guru :
a. Motivasi belajar yang kuat di pihak anak didik. Lebih-lebih motivasi intrinsik, dan kesadaran akan tujuan yang harus dicapai, mendorong anak didik untuk melibatkan diri.
b. Fase konsentrasi, siswa harus memberikan perhatian yang khusus pada unsur-unsur yang relevan. Perhatian ini memungkinkan pengolahan yang baik pada fase berikutnya. Maka, guru harus berusaha mengarahkan perhatian siswa, supaya aneka unsur pokok dalam materi pelajaran sungguh-sungguh diperhatikan, antara lain dengan menunjukan unsur-unsur itu secara jelas. Semua unsur yang tidak pokok dibiarkan saja tidak diperhatikan. Memancing perhatian anak didik merupakan pintu gerbang yang mengantarkan anak didik pada konsentrasi terhadap pelajaran yang diberikan.
c. Fase pengolahan, siswa perlu mengolah materi dengan baik dan segera. Penundaan pengolahan mungkin sekali akan mengakibatkan bahwa materi itu terdesak keluar dari STM (ingatan jangka pendek) karena ada informasi baru yang masuk.
d. Apa yang dpaat diusahakan oleh siswa dan guru selama infomasi tersimpan dalam ingatan panjang (LTM), tidak jelas seolah-olah siswa dan guru terpaksa pasif saja, sejauh menyangkut penyimpanan itu sendiri. Seringkali dianjurkan agar bekas-bekas yang tersimpan dalam LTM, diperbaharui dengan menggalinya dari ingatan, mengelolanya kembali dan memasukkannya lagi kedalam ingatan. Informasi yang tersimpan terlalu lama dan tak pernah digali cenderung terlupakan dan sangat sulit untuk digali kembali. Anjuran itu tepat, karena pembaruan ini dapat mengurangi terjadinya lupa.
e. Pada fase penggalian dan fase prestasi, siswa harus menggunakan kunci yang tepat atau cocok untuk membuka ingatannya. Dalam hal ini guru dapat membantu dengan memberikan pertanyaan yang terarah atau apersepsi, supaya siswa berhasil dalam menggali informasi dari ingatannya. Prestasi yang diharapkan dari siswa harus dirumuskan dengan jelas, sehingga siswa menangakap kaitan antara bentuk prestasi yang diharapkan darinya dan perumusan terdahulu yang digunakan selama dia belajar. Selain itu usaha yang digunakan untuk mengadakan transfer atau pengaliha dari hasil belajar dalam lingkup bidang studi tertentu kedalam bidang studi yang lain atau kegidupan sehari-hari, akan mengurangi lupa, karena siswa semakin sadar akan kegunaan hasil belajarnya. Penggunaan kunci yang tepat akan dapat membantu anak didik membuka ingatannya. Pertanyaan apersepsi adalah ?pengait mental? sebagai ?kunci pancingan? yang menggiring daya konsentrasi anak didik dengan kekuatan ?asosiasi? untuk menggali informasi terpilih yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang.
Dengan demikian siswa dapat menempatkan suatu konsep dalam jaringan kaitan dengan konsep lain yang lebih inklusif (bertempat lebih tinggi dalam hirarki) atau lebih bersifat eksklusif (tempat lebih bawah).
Ketika seorang guru bertanya kepada anak didiknya mengenai materi yang telah diajarkan, dengan memperhatikan:
a. Seyogyanya pertanyaan itu disampaikan dengan cara yang akrab dan tidak menegangkan, tetapi wibawa tetap dijaga.
b. Pertanyaan harus jelas dan tidak mengandung banyak tafsiran
c. Pertanyaan hendaknya mengandung suatu masalah agar siswa dapat memusatkan proses sistem akalnya untuk mencari respon.
d. Pertanyaan tidak hanya untuk mendorong siswa menjawab ?ya? atau ?tidak? sebab hal ini akan menghambat kreativitasnya.
e. Jika siswa tidak mampu menjawab, Pendidik tidak perlu mendesaknya.
f. Segera tawarkan pertanyaan yang tidak terjawab tersebut ke teman lain agar teman yang tidak bisa menjawab dapat menggambil pelajaran dari teman lainnya.
g. Berilah pujian terhadap anak didik ketika ia bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Menurut riset tentang daya ingat dan kelupaan, factor apa saja yang menentukan seberapa baik siswa ini mengingat informasi yang dia pelajari di kelas ? Hambatan mengingat informasi tertentu karena kehadiran informasi lain dalam daya ingat.
1. Gangguan
Salah satu alasan penting mengapa orang lupa adalah gangguan (Anderson, 1995; Dempster & Corkill, 1999). Gangguan (interference) terjadi ketika informasi bercampur-baur, atau disingkirkan oleh informasi lain. Salah satu bentuk gangguan terjadi ketika orang dicegah secara mental mengulangi informasi yang baru dipelajari. Dalam salah satu eksperimen klasik, Peterson dan Peterson (1995) memberi tugas sederhana : kepada subjek menghafal beberapa rangkaian terdiri atas tiga huruf yang tidak masuk akal (seperti FQB). Para subjek penelitian itu kemudian langsung dminta menghitung mundur tiga-tiga dari angka tiga digit (misalnya, 287, 284, 281, dan seterusnya) hingga 18 detik. Setelah itu, para subjek diminta mengingat huruf-huruf tersebut. Mereka melupakan jauh lebih banyak daripada subjek yang mempelajari huruf-huruf tersebut dan kemudian hanya menunggu selama 18 detik untuk mengulanginya. Alasan hal ini ialah bahwa subjek yang diminta menghitung mundur tidak diberikan kesempatan mengulangi huruf-huruf tersebut dalam pikiran untuk menempatkannya ke dalam daya ingat kerja mereka. Sebagaimana ditulis sebelumnya dalam bab ini, guru harus memperhitungkan kapasitas terbatas daya ingat kerja dengan memberikan waktu kepada siswa untuk menyerap atau melatih (maksudnya, mengulangi dalam pikiran) informasi baru sebelum memberi mereka pengajaran tambahan.
2. Hambatan Retroaktif
Bentuk gangguan lain disebut hambatan retroaktif (retroactive inhibition). Gangguan ini terjadi ketika informasi yang dipelajari sebelumnya hilang karena informasi tersebut tercampur dengan informasi baru dan agak mirip. Dari semua alasan untuk lupa, hambatan retroaktif barangkali merupakan yang terpenting. Fenomena ini menjelaskan, misalnya, mengapa kita mengalami kesulitan mengingat kejadian yang sering diulangi, seperti apa yang kita santap untuk makan malam seminggu lalu. Makan malam tadi malam akan dilupakan karena ingatan akan makan malam sesudahnya akan mengganggu, kecuali sesuatu yang luar biasa terjadi untuk membedakan dengan jelas makan malam tadi malam dari makan malam yang akan menyusul.
Ada dua cara untuk mengurangi hambatan retroaktif bagi siswa. Yang pertama adalah dengan tidak mengajarkan konsep yang mirip dan membingungkan terlalu dekat dari segi waktu. Kedua ialah menggunakan metode yang berbeda untuk mengajarkan konsep yang mirip. Cara pertama untuk mengurangi hambatan retroaktif menyiratkan bahwa salah satu dari beberapa konsep yang membingungkan atau mirip seharusnya diajarkan secara menyeluruh sebelum diperkenalkan yang berikut. Cara lain mengurangi hambatan retroaktif ialah menggunakan metode yang berbeda untuk mengajarkan konsep-konsep yang mirip atau mengubah aspek pengajaran lain untuk masing-masing konsep. Banyak hal yang dilupakan tidak pernah benar-benar dipelajari sejak awal. Cara terbaik untuk memastikan penyimpanan jangka panjang bahan yang diajarkan di sekolah ialah memastikan bahwa siswa telah menguasai bagian-bagian penting bahan tersebut. Hal ini berarti sering menilai pemahaman siswa dan mengajarkan kembali kalau ternyata siswa belum mencapai tingkat pemahaman yang memadai.
3. Hambatan Proaktif
Hambatan proaktif (proactive inhibition) terjadi ketika pembelajaran suatu bagian informasi mengganggu pembelajaran informasi berikutnya.
4. Perbedaan Masing-Masing Orang dalam Perlawanan terhadap Gangguan
Dalam suatu artikel tahun 1999, Dempster dan Corkill meningkatkan kemungkinan bahwa kemampuan untuk memusatkan perhatian pada informasi utama dan menyaring gangguan merupakan inti kinerja kognitif. Dengan mengkaji riset dari banyak bidang, termasuk riset otak, keduanya mencatat hubungan yang kuat antara langkah-langkah perlawanan terhadap gangguan dan kinerja sekolah. Apabila Anda memikirkan stereotype ?professor linglung?, kemampuan memusatkan perhatian seseorang pada suatu masalah tertentu, dengan menyingkirkan semua yang lain, mungkin merupakan ciri khas orang yang luar biasa cerdas.
5. Fasilitasi
Seharusnya juga diperhatikan bahwa mempelajari satu hal sering dapat membantu seseorang mempelajari informasi serupa. Pembelajaran bahasa kedua juga dapat membantu bahasa yang telah mapan. Sering terjadi, misalnya, bahwa siswa yang berbahasa Inggris menemukan bahwa studi bahasa Latin membantu mereka lebih memahami bahasa asli mereka. Ini disebut fasilitasi retroaktif (retroactive facilitation).
6. Efek Kepertamaan dan Kebaharuan
Salah satu temuan paling tua dalam psikologi pendidikan ialah bahwa, ketika orang diberi daftar kata-kata untuk dipelajari dan kemudian diuji langsung sesudahnya, mereka cenderung mempelajari beberapa bagian pertama dan beberapa bagian terakhir dengan jauh lebih baik daripada kata-kata di bagian tengah daftar tersebut. Kecenderungan mempelajari hal-hal yang pertama disajikan disebut efek kepertamaan (primacy effect); kecenderungan mempelajari hal-hal terakhir disebut efek kebaharuan (recency effect). Penjelasan paling umum untuk efek kepertamaan ialah bahwa kita memberikan lebih banyak perhatian dan mengerahkan lebih banyak upaya pikiran pada hal-hal yang disajikan pertama. Guru seharusnya mempertimbangkan efek kepertamaan dan kebaharuan, yang menyiratkan bahwa informasi yang diajarkan pada awal dan akhir jam pelajaran lebih mungkin diingat daripada informasi lain. Untuk memanfaatkan ini, guru dapat mengorganisasikan pelajaran mereka untuk menempatkan konsep-konsep baru yang terpenting lebih dulu dalam pelajaran tersebut dan kemudian meringkaskan pada akhirnya.
7. Otomatisasi
Informasi atau kemampuan mungkin saja ada dalam daya ingat jangka panjang, tetapi mungkin diperlukan begitu banyak waktu atau begitu banyak upaya mental untuk diperoleh kembali sehingga nilainya menjadi terbatas ketika kecepatan akses sangat diperlukan. Kasus klasik hal ini adalah membaca. Untuk membaca dan untuk kemampuan-kemampuan lain dimana kecepatan dan upaya mental yang terbatas diperlukan, keberadaan dalam daya ingat jangka panjang tidak cukup. Otomatisasi diperlukan; maksudnya, suatu tingkat kecepatan dan kemudahan sehingga suatu tugas atau kemampuan hanya melibatkan sedikit atau sama sekali tanpa upaya mental. Bagi seorang pembaca yang mahir yang membaca bahan sederhana, pengkodean hampir tidak memerlukan upaya mental. Studi-studi neurologi memperlihatkan bahwa otak menjadi lebih efisien ketika seseorang menjadi seorang pembaca yang terampil (Eden et al., 1996).
Transfer Belajar
Transfer belajar merupakan masalah yang sangat penting dalam psychology pendidikan. Nilai pendidikan dari belajar di sekolah bagi aktivitas hidup di dalam masyarakat ialah adanya nilai transfer. Transfer belajar adalah sebuah frase yng terdiri dari kata transfer dan belajar. Transfer adalah pergantian, serah terima, atau pemindahan. Belajar sebagaimana telah diketahui adalah serangkaian kegiatan jiwa-raga untuk memperoleh sutu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemampuan anak didik menggunakan hasil belajar tertentu ke dalam situasi belajar yang lain tidak bisa dipisahkan dari masalah ?transfer belajar?. Transfer belajar mempunyai ?nilai strategis? dalam pendidikan dan pengajaran, karena di akui dapat mengukuhkan penguasaan keilmuan dalam ?struktur kognitif?. Karena pentingnya masalah transfer belajar ini, maka dibahas dalam uraian berikut.
1. Pengertian Transfer Belajar
Dalam psikologi, transfer belajar atau transfer of learning merupakan istilah yang sudah baku dan masyhur. Pembahasan masalah transfer belajar yang ditinjau dari segi bahasa seperti disebutkan di atas cenderung kurang mengundang perdebatan di antara para ahli psikologi. Kecuali bila pembahasannya diarahkan pada masalah konsep yang memberikan batasan tentang transfer belajar sebagai suatu teori, maka terdapatlah perbedaan rumusan di antara para pakar psikologi, seperti uraian berikut.
a. Alice Crow mengatakan bahwa transfer belajar adalah ?the process of carrying over habits of thinking, know-ledge, or skill from one learning area to another?.
b. Herbert Sorenson dalam bukunya Psychology in Education menyatakan bahwa transfer adalah the process by which something learned in one situation is used in another.
c. William Clark Traw mengatakan bahwa Transfer in the name for the fact that the experience of learning in one situation influences learning and performance in other situation.
d. Slameto merumuskan bahwa transfer adalah pengaruh hasil belajar yang telah diperoleh pada waktu yang lalu terhadap proses dan hasil belajar yang dilakukan kemudian.
e. Muhibbin Syah menyatakan bahwa transfer belajar terjadi bila pengetahuan dan keterampilan anak didik sebagai hasil belajar pada masa lalu seringkali mempengaruhi proses belajar yang sedang dialaminya sekarang.
f. Menurut W.S. Winkel 1999 dalam bukunya ?Psikologi Pengajaran? bahwa transfer belajar berasal dari bahasa Inggris ?Transfer of Learning? atau ?Transfer of Training? yang berarti pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dari bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari di luar lingkup pendidikan sekolah.
g. Menurut L.D. Crow dan A. Crow, transfer belajar adalah pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan ke keadaan belajar yang lain.
Transfer merupakan aplikasi yang efektif bagi kinerja seseorang dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang di peroleh selama belajar. Pengetahuan dan keterampilan seseorang sebagai hasil belajar pada masa lalu sering kali mempengaruhi proses belajar yang sedang dialaminya sekarang. Inilah yang disebut transfer dalam belajar. Transfer dalam belajar yang lazim di sebut transfer belajar (transfer of learning) mengandung arti pemindahan keterampilan hasil belajar dari satu situasi ke situasi lainnya (Reber: 1998). Kata pemindahan keterampilan tidak berkonotasi hilangnya keterampilan melakukan sesuatu pada masa lalu karena digantikan dengan keterampilan baru pada masa sekarang, tertapi pemindahan pengaruh keterampilan melakukan sesuatu terhadap tercapainya keterampilan melakukan sesuatu yang lain. Transfer belajar menunjuk pada kenyataan bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang atau situasi di luar lingkup bidang studi dimana hasil itu mula-mula diperoleh.
Beberapa Teori Transfer Belajar
a. Teori Disiplin Formal
Teori ini didasarioleh ilmu jiwa daya. Menurut teori ini tersusun dari beberapa macam daya (misalnya pikiran, ingatan, perasaan, fantasi, latihan, dll). Teori ini berdasarkan aliran psikologi daya atau yang terkenal juga dangan nama: teori fakultas (Fakulty Theory). Pada umumnya teori disiplin formal berpendapat bahwa ilmu pasti dan ilmu hitung bahasa yunani kuno dan bahasa latin merupakan mata pelajaran yang paling baik untuk mendisilin pikiran. Pandangan teori disiplin formal mengenai mata pelajaran bagi jiwa dapat di analogikan dengan gerak badan bagi jasmani.
b. Teori Komponen-Komponen Identik
Teori Identical Element dan Identical Components dikemukakan oleh Thorndike. Thorndike mempunyai pendapat yang sama dalam memendang transfer belajar. Menurut teori ini transfer terjadi, jika antara situasi yang lalu atau hasil belajar yang lalu dengan dengan situasi yang dihadapi atau bahan pelajaran yang dihadapi terdapat aspek-aspek yang sama. Kemudian oleh Woodwort, kawan kerja Thorndike, tetapi mengikuti aliran psikology yang berlainan mengganti kata elemen dengan komponen. Maka lalu jadi teori komponen identik.
c. Teori Generalisasi
Charles judd (1873-1946) yang berpendapat bahwa transfer belajar lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola, dan prinsip-prinsip umum. Ia memberi tekanan pada abilitas untuk memahami dan mengerti serta pemakaian prinsip-prinsip dari suatu bahan ke bahan yang lain.
Bila teori generalisasi kita bandingkan dengan teori Thorndike maka terdapat perbedaan yang pokok. Teori Thorndike mementingkan unsure yang identik. Teori generalisasi mementingkan mempergunakan prinsip. Bila Thorndike bentuk transfer terjadi secara mekanistis, teori generalisasi berpendapat, transfer baru bisa terjadi bila ada aktivitas dari dalam, artinya adanya aktivitas dari individu itu sendiri untuk membentuk transfer.
1. Transfer sebagai Berfungsinya Hubungan
MC. Geoch tidak setuju teori elemen identik dari Thorndike maupun teori generalisasi dari Judd. Menurut dia bisa tidaknya timbul transfer tergantung pada hubungan atau relasi yang telah dipelajari antara aktivitas-aktivitas yang mendahului dan yang mengikuti.
2. Transfer menurut Kohnstamm
Kohnstamm seorang ahli psikologi piker aliran Amsterdam berpendapat bahwa alat untuk melatih pikiran yang paling baik adalah mata pelajaran ilmu bahasa atau berbahasa memiliki nilai transfer terhadap kehidupan sehari-hari lebih besar daripada nilai transfer yang dimiliki oleh pelajaran berhitung atau ilmu pasti.
3. Penyelidikan Transfer
Penyelidikan mengenai transfer dapat dikerjakan dengan bermacam-macam metode. Metode yang sering dipergunakan oleh para ahli psikologi pendidikan dalam melakukan penyelidikan dalam lapangan ini ialah metode komparatif.
4. Cara Menentukan Besarnya Transfer
Ada bermacam-macam cara untuk menentukan besarnya transfer dari mata pelajaran yang satu kemata pelajaran yang lain. Cara yang dikemukakan di sini sebagai contoh saja dari bermacam-macam cara yang biasa dipergunakan. Cara ini dikemukakan oleh Poster dan kawa-kawannya. Mereka mempergunakan rumus sebagai berikut :
Sekor group eksperimen - Sekor group kontrol
___________________________________________
Jumlah sekor seluruhnya - sekor group kontrol dikalikan 100
Ragam transfer belajar
Muhibbin Syah (1999: 144) dengan mengutip pendapat Robert M. Gagne seorang education psikologis (pakar psikologi pendidikan) yang mahsur, mengemukakan empat macam transfer belajar, yaitu :
a. Transfer positif yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutya. Terjadi karena hasil pembelajaran yang satu menunjang hasil pembelajaran yang lainnya.
b. Transfer negatif yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan selanjutya. Hasi pembelajaran yang satu sukar ditransfer karena ada perbedaan.
c. Taransfer vertikal yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keteramplan yang lebih tinggi. Contohnya, ketika seorang anak SD belajar mengenai penjumlahan dan pengurangan maka ia akan lebih mudah belajar perkalian di kelas berikutnya.
d. Transfer lateral yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang selanjutya. Contohnya, seorang siawa STM yang telah menguasai teknologi ?X? dari sekolahnya akan mudah menggunakan teknologi itu di tempat kerjanya.
Struktur Kognitif dan Transfer Belajar
Dalam pengertian yang lebih umum dan jangka panjang, variable ?struktur kognitif? merupakan substansi serta sifat organisasi yang signifikan terhadap keseluruhan pengetahuan anak didik mengenai bidang studi tertentu, yang mempengaruhi prestasi akademis dalam bidang pengetahuan yang sama di masa mendatang.
Dalam pengertian yang lebuh khusus dan jangka pendek, variable ?struktur kognitif? merupakan substansi serta sifat organisasi konsep-konsep dan hal-hal yang lebih relevan di dalam struktur kognitif, yang mempengaruhi belajar dan pengingatan unit-unit kecil materi pelajaran baru yang berhubungan.
Nilai Transfer dalam Praktek Kependidikan dan Pengajaran
Perhatian guru harus ditujukan dengan sungguh-sungguh ke arah kesamaan-kesamaan yang ada antara pengalaman-pengalaman di dalam dan di luar sekolah. Pengertian pemahaman, dan generalisasi yang berguna harus menjadi bagian tak tepisahkan dari pekerjaan mengajar. Anak didik harus dibantu untuk mengembangkan titik pandang kea rah kehidupan di luar sekolah, baik untuk masa sekarang, maupun untuk masa-masa yang akan dating, sehingga ia dapat menyesuaikan diri terhadap tuntutan hidup yang selalu berkembang.
Peranan Guru dalam Meningkatkan Transfer
Kurikulum sekolah yang telah banyak menyajikan sejumlah mata pelajaran untuk dipelajari oleh anak didik, adalah menuntut sejumlah guru yang masing-masing memegang mata pelajaran, sesuai dengan bidang keahliannya agar dapat dengan mudah dan jelas menanamkan pengertian tentang kaidah, prinsip, dan dalil dalam mata pelajaran tersebut ke dalam struktur kognitif anak didik, sehingga hasil belajar dalam mata pelajaran itu dapat ditransfer untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan dalam mempelajari mata pelajaran yang lain. Guru harus menjelaskan bahwa mata pelajaran yang dipelajari di sekolah akan bernilai guna dalam kehidupan di masyarakat. Penjelasan tentang nilai guna mata pelajaran akan meningkatkan transfer dalam belajar. Itulah hasil belajar yang produktif, tepat guna, dan berguna bagi masyarkat dan bagi anak itu sendiri.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Transfer Belajar
a. Taraf Inteligensi dan Sikap
Faktor ini berasal dari anak didik, dan berkisar pada masalah kapasitas dasar, sikap, minat anak didik, dan lain sebagainya.Individu yang lancar dan pandai biasanya segera mampu menganalisa dan dapat melihat hubungan logis, ia segera melihat unsur-unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah hukum, sehingga sangat mudah terjadi transfer.
b. Metode Guru dalam Mengajar
Faktor ini berasal dari guru dan berkisar antara lain pada penguasaan persiapan, alat peraga, pemilihan bahan, dan sebagainya.Pendidik yang senantiasa menunjukkan hubungan antara suatu pelajaran yang sedang dipelajari dengan mata pelajaran yang lain atau dengan menunjuk kehidupan nyata yang dialami anak, biasanya akan mudah terjadi transfer.
c. Isi Mata Pelajaran
Hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain menjadi penengah yang dapat menimbulkan transfer dalam belajar. Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan akan mudah terjadi transfer. Contohnya: Matematika dengan Statistika, Ilmu Jiwa Daya dengan Sosiologi akan lebih mudah terjadi transfer.
d. Sikap
Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang lain, tetapi pendirian/kecenderungannya menolak/sikap negatif, maka transfer tidak akan terjadi, dan demikian sebaliknya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
? Mengingat berarti menyerap atau melekatkan pengetahuan dengan jalan pengecaman secara aktif. Mengingat adalah proses menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterima melalui pengamatan, kemudian disimpan dalam pusat kesadaran (otak) setelah diberikan tafsiran
? Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau mereproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari
? Hilang ingatan adalah hilangnya kemampuan untuk mengingat atau menimbulkan kembali yang disebabkan oleh hilangnya item informasi dan pengetahuan dari akal kita.
? Lupa disebabkan oleh gangguan konflik antara item-item informasi, tekanan terhadap item-item yang sudah ada baik disengaja atupun tidak, perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali, perubahan sikap dan minat siswa terhadap proses dan situasi belajar tertentu, tidak pernah digunakannya materi pelajaran yang sudah dikuasai, dan perubahan urat syaraf otak
? Lupa dapat ditangani dengan berbagai cara seperti overlearning, extra study time, mnemonic device, pengelompokan, latihan terbagi, dan pengaruh letak bersambung
? Transfer belajar adalah pemindahan-pemindahan kebiasaan berfikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan ke keadaan belajar yang lain
? Dalam teori disiplin formal, transfer belajar hanya dapat terjadi bila ?diperkuat? dan ?didisiplinkan? dengan latihan-latihan yang keras dan terus menerus
? Dalam teori elemen identik, transfer hanya akan terjadi bila dalam situasi yang baru terdapat unsur-unsur yang sama (identical elements) dengan situasi terdahulu yang telah dipelajari
? Dalam teori generalisasi, transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama telah dipelajari mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak kesamaan unsur-unsur
? Gagne, membedakan transfer belajar menjadi empat kategori yaitu transfer positif, transfer negatif, transfer vertikal, dan transfer lateral.
? Transfer positif yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya
? Transfer negatif yaitu transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya
? Transfer vertikal, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang lebih tinggi
? Transfer lateral, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan yang sederajat
? Faktor-faktor penyebab transfer belajar seperti intelegensi, sikap, materi pelajaran, dan sistem penyampaian guru.
REFERENSI
Nefi Darmayanti, Diktata Psikologi Belajar, (IAIN-SU : Medan, 2005).
Abu Ahmad, Psikologi Belajar, (PT. Rineka Cipta: Jakarta, 1991)
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 1992)
H.M Farid Nasutioan, Psikologi Umum, ( IAIN Press: Medan, tt)
W.S Winkel, Psikologi Pengajaran, (Media Abadi: Yogyakarta, 2004)
Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, (PT Indeks, Jakarta, 2008)
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya,Bandung : 2005
Surya, Mohamad. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Pustaka Bani Quraisy, Jakarta : 2003
Mustaqin. Psikologi Pendidikan. PT. IAIN Wali Songo dan Pustaka Pelajar, Semarang : 2004
Drs. Mustaqim dan Drs. Abdul Wahid, Psikologi Pendidikan, ( PT. Rineka Cipta: Jakarta:1991)
Drs. Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (PT Rineka Cipta: Jakarta:2004)
Mustaqim. 2004. Psikologi Pendidikan. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. ed. rev. Cetakan keempaat belas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Walgito, Bimo. 1990. Pengantar Psikologi Umum. ed. rev. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Andi Offset dit or delete it and start blogging
reff : http://sitirahmita.blogspot.com/2013/11/psikologi-perkembangan-anak-usia-sd.html
EmoticonEmoticon